Selasa, 30 Desember 2008

Kenapa Kami Menyokong Mujahidin ???

Kenapa Kami Menyokong Mujahidin ???

Kenapa Kami Menyokong Mujahidin ???



Sesungguhnya kami tak menyokong Mujahidin kerana namanya, benderanya ataupun nama kelompoknya, Kami menyokong mereka kerana mereka memegang manhaj yang benar berdasarkan ajaran Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam. Kami menolong mereka kerana ketabahan dan keteguhan hati mereka diatas Dien ini. Dan Kami tidak menyokong mereka kerana mereka memberikan Bai’atnya kepada Al-Qa’idah atau selainnya, dan Kami tidak menunggu dari siapapun untuk berjanji berbai’at kepada Al-Qa’idah yang penuh berkah sebagai bukti dari kemurnian Dien-nya, lalu barulah Kami menyokongnya.

Dan Kami tak menyokong Al-Qa’idah semenjak permulaan (kemunculannya) melainkan kerana Dien mereka dan manhaj yang di ikuti dengan hati yang tulus dan istiqomah di atasnya, yakni manhaj Ahlus sunnah wal jama’ah yang telah menjadi pedoman ummat semenjak generasi terdahulu, kami memohon kepada Allah agar meneguhkan mereka dan kita di jalan kebenaran.

Dan kami sokong Mujahidin dengan diri kami, harta dan lisan kami serta dengan segala apa yang boleh kami berikan kepada mereka seperti pemikiran, media, pembelaan dan do’a. kami sokong Al-Qa’idah kami sokong pula Taliban, kami sokong Daulah Islamiyah Iraq kami sokong pula Ansar al-Islam, kami sokong Jaish al-Islam Palestina kami sokong pula Fatah al-Islam di Lebanon, kami sokong Harakah Shabab Mujahidin di somalia yang mana ini perjuangan Islam yang di selatan maka kami sokong pula Imarah Islam Caucasus yang mana ini front paling utara dari bumi Ribath Islam.

Kami sokong mereka bukan kerana tokoh-tokoh mereka, bukan kerana bagusnya film-film mereka atau ramainya penyokong mereka lalu kami ikut pula menyokong, bukan, bukan kerana ini semua kami menyokong…

kami sokong mereka kerana bersihnya Aqidah mereka, benarnya Manhaj mereka dan tegasnya Dakwah mereka. Kami sokong mereka kerana nyata ditegakkanya prinsip Al-Wala’ wal-Bara’ pada diri mereka, dan kerana keberanian mereka untuk menjual nyawa untuk Islam serta demi kejayaan umat… kami sokong mereka kerana merekalah orang-orang yang sebenarnya kembali menghidupkan Sunnah Nabi Salallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Para Sahabat yang mulia Radiyallahu ‘anhuma…



Kami sokong mereka, kerana pada diri mereka ada ayat ini

Sesungguhnya orang-orang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS.Al-Hujurat:15)


kami sokong mereka kerana cita-cita mereka hanyalah meninggikan Kalimat Allah dan menjadikan Hukum-Nya sebagai satu-satunya Hukum bagi manusia, kami sokong mereka kerana mereka nak menghapuskan segala fitnah dan menjadikan Dien ini semata-mata hanya bagi Allah Azza wa Jalla… padahal mereka tak membutuhkan sokongan kami, kerana mereka punya Allah Yang Sebaik-baik Penyokong dan Penolong bagi mereka…

Ya Allah tolonglah seluruh tentara Mu dan menangkanlah mereka…
Ya Allah tolonglah kami dan lindungilah kami dari mencela para tentara Mu…
Allahumma Ameen..



Saudara Kalian Muhibul Terrorist

jangan lupakan kami dalam Do'a yang tulus

Bersama kita Membangun Kejayaan Umat kita

Video Koleksi Pembuatan Bahan Peledak dan Detonatornya

Video Koleksi Pembuatan Bahan Peledak dan Detonatornya

Video Koleksi Pembuatan Bahan Peledak dan Detonatornya


وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS 8:60)




Semua Video ini dalam Bahasa Arab



Black Gunpowder
http://www.zshare.net/download/7575961e1c5612

Popular Detonator
http://www.zshare.net/download/7576203db47ccf

Urea Nitrate
http://www.zshare.net/download/75764234eee352

Ammonium Nitrate
http://www.zshare.net/download/7576797f58d746

Steel Penetrating Grenade
http://www.zshare.net/download/758686760359c9

Nitro Glycerin
http://www.zshare.net/download/7587673936b471

Mercury Detonator
http://www.zshare.net/download/759226023c288a

Remote Control High Explosives
http://www.zshare.net/download/7599672ec5cac7

Selasa, 23 Desember 2008

Dagang Ummat

Dagang Ummat

Seorang kader partai tengah memanggul beberapa bilah bambu panjang yang di ujungnya sudah terpasang bendera partai tersebut. Sendirian ia menancapkan satu persatu bambu itu dan mengikatkannya pada pohon atau tiang listrik. Seorang teman saya berkomentar, “kader militan…”

Ia, pemuda itu, satu dari sekian juta kader-kader partai di negeri ini yang rela melakukan apapun untuk partai yang dicintainya, demi nilai-nilai yang diperjuangkan partainya meskipun tidak mendapatkan bayaran, insentif atau bonus sepeser pun. Sekadar makan siang dan sebotol air mineral, ditambah sebuah doktrin guru mengajinya, “Berjuang harus ikhlas, ini bagian dari dakwah. Biarlah Allah yang membalas semua jerih payah kita. Bayaran Allah jauh lebih besar dari siapapun di dunia ini”

Di tempat berbeda, seorang pemuda dari partai yang lain terlihat tengah memasang spanduk seorang calon anggota legislatif, padahal saat itu waktu menunjukkan pukul 23.45 WIB. Rupanya, puluhan bahkan ratusan spanduk yang bertebaran di jalan raya itu hasil kerja kerasnya bersama dengan beberapa kader partai lainnya. Yang menarik, ternyata ia dan rekan-rekannya tak benar-benar mengenal foto-foto yang terpasang di berbagai spanduk yang dipasangnya itu. Namun jawaban soal mengapa ia mau melakukan pekerjaan itu jauh lebih menarik untuk disimak, “Saya percaya orang-orang ini akan berjuang mengusung aspirasi rakyat. Mereka orang-orang bersih, berdedikasi dan punya kapabilitas untuk menduduki kursi parlemen”.

“Tapi Anda kan tidak benar-benar mengenal mereka, bagaimana bisa punya penilaian seperti itu?”

“Mmm… itu yang disampaikan para pimpinan kami di partai,” ujarnya.

Nanti, jelang waktu pemilu semakin dekat. Kita akan melihat jutaan orang rela berkumpul di sebuah lapangan meneriakkan yel-yel, slogan-slogan partai, juga mengelu-elukan jagonya, mengibarkan bendera partai. Sebagian anak-anak muda bahkan rela mengecat wajahnya dengan lambang partai, kaum ibu sambil menggendong anak-anak bayinya di terik panas, bersedia mengenakan baju, jas, jilbab sampai kaus kaki berlogo partai yang diyakininya itu. Jangan aneh pula bila menemukan beragam kendaraan, mulai dari kendaraan roda dua sampai mobil-mobil yang tergolong mahal rela dicat atau ditempeli stiker logo partai, dari ukuran kecil sampai yang menutupi hampir seluruh body kendaraannya.

Dan ketika sang jagoan naik ke atas podium, serentak menyambutnya dengan tepuk tangan layaknya artis, eh bukan, lebih tepatnya pahlawan. Padahal mereka baru memulai perjuangan dengan mencalonkan atau dicalonkan sebagai anggota dewan, tetapi inilah gambaran harapan rakyat di bawah akan perubahan yang diusung oleh partai dan para calon legislatifnya.

Teriakan “Allahu Akbar” membahana membelah langit, kalimat yang sama juga yang terdengar dari calon anggota parlemen lainnya, dari partai yang berbeda. Entah kenapa, ini seperti kalimat sakti yang bisa menyihir semua pendukung partai untuk meyakini bahwa orang yang barusan berteriak “Allahu Akbar” di atas podium itu benar-benar orang baik, shalih dan dianggap amanah, bersih, bahkan diyakini tidak akan mencederai kepercayaan yang disematkan di pundaknya dengan melakukan tindakan-tindakan seperti korupsi atau tindakan tak pantas lainnya yang kerap kita dengar dan lihat terjadi di Senayan.

Percaya atau tidak, sampai detik ini masih ada kader-kader partai yang meyakini sampai ke tulang, bahwa orang-orang yang diusung sebagai anggota dewan ini jujur dan tak mungkin korupsi. “Mereka dibina bertahun-tahun, punya banyak jamaah pula. Kapasitas mereka mumpuni, dan mereka dikenal bersih”. Ada pula yang berkata, “Mereka orang-orang yang dekat dengan masyarakat, dikenal baik oleh tetangganya sebagai tokoh masyarakat atau pengurus masjid”. Ada lagi yang berkomentar seperti ini, “Rajin beribadah, juga rutin menghadiri kajian. Saya dengar sholat malamnya juga rajin. Masak sih dia akan korupsi?”. Bahkan pendapat yang lebih bombastis, “Bab korupsi itu materi pengajian yang selalu diulang-ulang dalam kelompok kami. Jadi mereka sudah tahu persis hukumnya…”

Calon anggota dewan, juga yang sekarang sudah menjadi anggota dewan, layaknya dewa yang diyakini selalu bersih dan tidak mungkin berbuat salah. Ini fakta, nyata, realita alias benar-benar ada.

Keikhlasan, keyakinan, kecintaan, pengorbanan dan loyalitas yang ditunjukkan para kader partai adalah cermin hebatnya sebuah sistem dibangun. Sebuah kondisi yang memerlukan waktu bertahun-tahun, dimulai dari kelompok-kelompok kecil yang dibina hingga menjadi sebuah komunitas besar dengan keseragaman ciri dan kebiasaan. Kader-kader partai tertentu misalnya, bisa sangat mudah dikenali dari cara berpakaiannya, bahasa dan istilah yang dipakainya, pergaulannya, kehidupan sehari-harinya, juga aksesoris di tubuhnya.

Hanya saja, patut disayangkan ketika keikhlasan, keyakinan, kecintaan, pengorbanan, dan loyalitas yang mereka berikan seutuhnya untuk partai dan para petinggi partai ini justru dimanfaatkan secara tak tepat. Kader-kader partai ini sudah cukup silau dengan prestasi, portofolio dan bahkan label “Ustadz” atau “Da’i” yang ada pada para calon penghuni Senayan itu. Terlebih jika guru mengaji mereka yang mengeluarkan fatwa, diselipi dalil-dalil. Sikap mereka pun seragam, “kami dengar dan kami taat”.

Ummat, paling dicari ketika musim pemilu tiba. Rakyat adalah komoditas paling laku untuk dijual di musim ini. Seseorang bisa menjadi calon anggota legislatif karena dianggap memiliki jamaah atau pengikuti yang setia. Tidak hanya itu, nilai seorang calon legislatif ini pun bisa terdongkrak ke puncak bila ia diyakini mampu menjadi vote getter bagi partainya. Berbekal janji manis, ummat pun rela mengeluarkan uang, tenaga dan pikirannya untuk memuluskan jalan jagoannya melenggang ke Senayan.

Para calon anggota legislatif ini berani bertarung berebut kursi parlemen lantaran merasa memiliki dukungan yang cukup signifikan dari ummatnya, rakyatnya, warganya atau pengikut yang mengenalnya. Pimpinan partai pun harus jeli menyusun nomor urut para calon legislatifnya, nomor urut satu sudah pasti yang paling dianggap mampu meraih sebanyak-banyaknya suara ummat.

Ketika waktunya tiba, para dewa dan jagoan berhasil digelandang menuju Senayan. Teriakan takbir kembali membahana, sebagai ungkapan syukur atas kesuksesan yang diraih. Jerih payah, peluh, bahkan darah yang tumpah selama masa kampanye hilang sudah, terbasuh oleh senyum ceria para politisi yang baru saja dilantik dan resmi menyandang gelar anggota parlemen. Kader-kader partai ini pun kembali ke rumah masing-masing, masih dengan membawa rasa syukur atas kesuksesan partainya meraih suara signifikan, yang artinya lebih banyak calon legislatif yang berhasil dihantarkan ke gedung DPR.

Sedih rasanya melihat nasib ummat yang hanya laku dijual pada saat musim kampanye menjelang pemilu ini. Sementara mereka terus berjuang bertahan hidup dengan segala keterbatasan, para anggota dewan yang diusungnya tengah menikmati hidup berlebihan. Disaat sebagian kader yang berjuang dengan bayaran “ikhlas karena Allah” terseok-seok di jalan mencari sesuap nasi, para dewa di parlemen tengah menikmati makan siang di sebuah restoran mewah bersama para kolega atau pejabat pemerintah. Ketika kader-kader militan ini dilanda kebingungan harus membayar kontrakan yang sudah menunggak empat bulan, yang duduk di parlemen justru sibuk menambah rumah dan kendaraan mereka.

Yang lebih menyedihkan, sampai detik ini masih banyak ummat yang mau dan rela diperdagangkan. Mereka tidak menyadari bahwa disaat menjelang pemilu, satu suara mereka sangat mahal harganya. Namun usai pemilu, berteriak sampai urat leher putus pun suara mereka takkan pernah mampu menembus dinding tebal gedung parlemen.

Maka tidak heran ketika seorang teman bertanya, “dagang apa nih yang bagus sekarang?” Teman lain di sebelahnya ketus menjawab, “dagang ummat”. Wallaahu a’lam (gaw)

http://warnaislam.com

Senin, 22 Desember 2008

dewasa

kadang kita kurang dewasa untuk menghadapi sebuah kritikan dari seseorang yang berbeda cara pandang dengan kita , kita sudah terlalu terbiasa dengan pujian dan penghormatan dari orang lain jadi bila ada yang berbeda dengan dirinya yang terjadi adalah reaksioner ,emosional ,menghakimi orang itu dengan sudut pandang kita...
padahal sebuah kritik diperlukan untuk kehidupan yang kedepannya lebih baik agar tidak menggulanggi keburukan yang telah dilalui.

Sabtu, 20 Desember 2008

fatwa kiai sodron "tentang nyoblos"

Fatwa kiai sodron buat masyarakat yang masih waras…

1 .buat bapak – bapak yang mau berangkat nyoblos ,kenapa anda tidak nyoblos di rumah saja,karena nyoblos dirumah lebih utama daripada nyoblos di TPS yang tidak jelas hukumnya menurut agama kita .

2.buat ibu – ibu kenapa anda memilih berangkat nyoblos ,padahal melayani suami dirumah lebih utama dan besar pahalanya .

3 . buat pekerja , pedagang ,mahasiswa dan para buruh jangan berangkat nyoblos karena sudah berhari –hari anda beraktivitas dan melakukan rutinitas yang menjemukkan,kenpa tidak anda gunakan waktu luang itu untuk beristirahat dan menyegarkan kembali jiwa dan raga anda , karena jiwa dan raga anda lebih penting daripada untuk hal yang tidak penting .

4 .buat pelajar jangan berangkat nyoblos karena itu sangat merendahkan keintelektualan anda ,karena anda Cuma akan memilih orang yang tidak lebih pintar daripada anda .

5 .buat ulama jangan nyoblos karena seburuk – buruknya ulama adalah yang dekat dengan penguasa , dan anda pasti memilih orang yang belum tentu paham dengan ajaran agama .

fatwa ini tidak mengikat karena Cuma didasari dengan akal saja,dan fatwa ini akan gugur dengan sendirinya bila ada dalil dari ALQURAN dan sunnah NabiNYA ,ijma para ulama salaf dan khalaf serta kesepakatan kaum muslimin seluruh dunia .

bila anda setuju dengan fatwa ini ,tidak membahayakan aqidah dan agama anda ,yang berbahaya apabila anda memaksa untuk tetap berangkat nyoblos karena berarti anda menyerahkan hidup anda dan masa depan negeri ini kepada orang yang tidak jelas tujuan dan orientasi hidupnya .

fatwa ini turun karena dilihat secara akal tidak mungkin bila kebenaran diperjuangkan dengan cara keburukan dan tidak jelas darimana biaya untuk mendanainya padahal ALLAH hanya menerima amal yang dilakukan sesuai dengan sunnahNYA .

bila anda masih nekat untuk berangkat nyoblos , saya Cuma bisa berkata , “saksikan ya ALLAH hamba telah menyampaikannya . wassalam

alfaqir

Jumat, 19 Desember 2008

Tinggal Hanya Status

oleh Mashadi
Jumat, 19 Sep 2008 09:19


Wajahnya bersih. Pakaiannya selalu trendy dan nampak charming..

Wajahnya bersih. Klimis. Bibirnya kemerah-merahan. Pakaiannya selalu trendy dan nampak ‘charming’. Biasanya menggunakan merk terkenal atau barang branded. Seleranya tinggi. Gaya hidupnya nyaris sempurna. Flamboyan.

Pergaulannya kalangan papan atas. Gaya bicaranya hanya bisa dipahami kalangan tertentu. Tak suka bergaul dengan orang ‘udik’. Konon, tetangganya meninggal pun, tak berkenan takziyah, karena yang meninggal orang tak ‘berkelas’.

Bicaranya memukau siapa saja. Retorika dan pilihan katanya menarik. Menyihir orang-orang yang ada didekatnya. Mereka sangat ta’jub. Kecerdasannya diakui banyak kalayak. Ingatannya luar biasanya. Apa saja bisa dibicarakan. Dari yang ringan sampai yang rumit. Dari soal agama sampai soal politik global. Semua faham. Posisinya amat menentukan. Banyak orang bergantung kepadanya. Semua yang diucapkan dan dilakukannya menjadi perhatian. Menjadi perhatian siapa saja. Anjuran dan arahannya diikuti. Ia menjadi sebuah ‘icon’ di lingkungannya, dan memiliki magnitute yang luar biasa.

Mungkin ia membaca teori-teori kepribadian dari berbagai ahli. Ahli kepribadian Barat. Kehidupannya menyesuaikan dengan ritme baru. Tak menggambarkan lagi sebagai orang lama. Orang yang konservatif. Orang yang tak berubah. Orang yang dalam terminologi lama disebut: ‘puritan’. Bersahaja. Kehidupan lama sudah tidak sesuai lagi. Ia tinggalkan semua yang berbau lama. Kaidah-kaidah lama tak lagi menguntungkan. Tak lagi dapat memberi kenyamanan. Kenyamanan kehidupan pribadinya.

Karena semua berubah. Ia harus ikut berubah. Menyesuaikan. Kaidah-kaidah kehidupannya ikut berubah. Lingkungan pergaulannya menjadi luas. Tak terbatas. Tidak lagi sebatas orang-orang yang se-jenis. Dalam berbagai hal. Termasuk ideologi. Lebih luas. Lebih kosmopolitan. Lebih menjangkau seluruh kelompok-kelompok dan golongan. Tak ada sekat lagi.

Tak lagi suka menggunakan idiom-idiom agama. Karena akan menyusahkan hidupnya. Agama hanya akan menjadi penghalang cita-citanya. Agama hanya akan menjadi tembok ‘barrier’ bagi karirnya. Menggunakan idiom agama adalah malapetaka. Menggunakan agama dapat di tuduh fundamentalis dan teroris. Agama harus dibuang jauh-jauh. Agama akan mengacaukan dukungan terhadap dirinya atau lingkungannya. Agama harus menjadi masa lalu.

Tak lagi suka ceramah di masjid-masjid. Karena tak dapat memberikan ‘benefit’ apa-apa. Kecil. Lebih suka bertemu dengan kalangan-kalangan atas. Politisi, birokrat, atau pengusaha. Di kafe-kafe. Di lobi-lobi hotel berbintang. Nilai lebih tinggi. Sekali ‘deal’ sudah dapat digunakan, memuaskan hasratnya yang obsesif dengan kekuasaan. Kekuasaan sudah menjadi ‘ghoyah’ tujuan. Kekuasaan adalah di atas segala-galanya. Tak lagi peduli. Tak peduli dengan kritik. Semua harus diarahkan dan diajak menjangkau kekuasaan. Betapapun mahal.

Pikiran, tenaga, dan seluruh potensi harus diarahkan menjangkau kekuasaan. Mimpi-mimpi yang dibangun adalah mimpi kekuasaan. Jangan mimpi yang lain. Ingatan kolektifnya adalah kekuasaan. Tak boleh yang lain. Seluruh lingkungan kolektifnya harus mengikutinya. Tak boleh ada yang melakukan interupsi. Kekuasaan harus segera direngkuh. Berkuasa menjadi keniscayaan. Ia yakin bisa terwujud. Yakin akan menjadi fakta kenyataan. Betapa heroiknya. Heroik yang disertai dengan daya khayal yang ambisius.

Idiom-idiom baru terus disampaikan. Sebagian orang tak paham. Sebagian orang menolak. Sebagian orang menentang. Semua yang tak sepaham, akhirnya luruh dan pergi. Memang. Agar tujuan dapat diwujudkan, tak perlu ada perbedaan. Apalagi, ada orang yang menolak dan menentang. Harus homogin. Semuanya harus satu kata dan satu tujuan. Kekuasaan. Dibenaknya kekuasaan pasti akan memberikan segalanya. Harapan yang diimpikan, pasti akan terwujud. Tak ada lagi yang tak dapat diwujudkan. Kemuliaan. Penghormatan. Harta. Semua fasilitas akan terpenuhi. Kemewahan akan dinikmati.Lalu, orang-orang melihatnya menjadi tertegun. Seakan melihat sebuah keajaiban. Seakan tak percaya. Seakan melihat bayangan dalam mimpi. Inilah generasi baru yang membuat banyak orang menjadi terpana.

Kini. Keterbukaan dan koalisi adalah ‘aqidah’ baru. Tak lagi berani menunjukkan identitasnya sebagai muslim. Assalamu’alaikum diganti dengan pekik 'merdeka!’. Kondisi menuntutnya seperti itu. Tak ada sekat lagi antara agama dan nasionalisme. Kaum agama dan kaum nasionalis bisa bersama-sama. Tak ada sekat lagi antara Islam dan Kristen. Tak ada sekat lagi partai yang berbasis agama dengan partai sekuler. Semua sama. Semua dalam satu cita-cita nasional. Pengorbanan harus dilakukan.

Tak perlu terlalu menampakkan identitas atau jati diri. Berteman dengan siapapun tidak masalah. Berteman dengan golongan apapun tidak masalah. Karena rakyat ini tidak homogin. Tidak mengklaim kelompok yang paling benar dan ideal. Dan, tak aneh kalau kadang-kadang mengikuti selera rakyat. Rakyat suka yang ‘dilarang’ agama, harus diikuti selera mereka. Rakyat suka berjoget. Rakyat harus dipuaskan. Asal semua mendukung dan memilihnya. Kekuasaan harus direngkuh dengan cara apapun. Tak peduli. Melanggar atau tidak. Bukan lagi perdebatan pokok. Agama tak lagi menjadi penentu ‘mizan’ dalam beramal.

Kini. Semua yang melihatnya tertegun. Bagaikan tak percaya. Harapan yang dibawa pupus. Berharap akan ada alternatif. Berharap solusi masa depan mereka. Berharap akan lebih baik. Belum lagi genap sepuluh tahun harapan itu memudar. Hampa. Tak ada kebanggaan yang padu. Tak ada kepercayaan yang tersisa. Setiap orang semua menunduk malu. Seakan melihat semua tontonan yang tak pantas ditonton. Pertunjukkan di panggung yang ‘absurd’. Satu-satu penonton meninggalkan panggung. Tak tertarik lagi dengan ajakan sang ‘aktor’. Karena para pengunjung malu dan merasa jijik.

Memang. Masih berstatus sebagai muslim. Masih melaksanakan shalat. Masih berpuasa. Mungkin juga sering ke Timur Tengah, dan pergi umroh. Tapi, tak lagi berani menyatakan diri sebagai muslim. Tak percaya lagi. Tak yakin lagi. Tak merasa perlu berjuang bersama Islam. Islam sudah masa lalu. Realitas hari ini tak mendukung bagi kepentingan dan kebutuhan yang diinginkan. Komunitas ini harus menjadi besar dan kuat. Kalau mau menjadi besar dan kuat, tak harus mengandalkan kepada Islam. Inilah logika orang-orang yang sudah terobsesi dengan kekuasaan. Agama Islam is ‘nothing’.

Tapi, dalam sejarah ada orang-orang yang memberikan kebanggan, yang tak ada habis-habisnya. Namanya, terus menjadi diingat, tak putus-putus oleh waktu. Hasan al-Banna mati ditembak. Sayyid Qutub mati ditiang gantungan. Ali Audah mati ditiang gantungan. Syeikh Ahmad Yasin mati oleh rudal Israel. Mereka semuanya tetap berpegang dengan keyakinan dan keimanannya.

Mereka tak pernah berubah oleh waktu dan keadaan. Padahal, mereka semua mempunyai kesempatan mereguk kenikmatan dunia. Kesempatan mendapatkan segala yang menjadi ambisi manusia. Tapi, semua yang nisbi itu, dilupakannya.

Coba renungkan yang disampaikan oleh Allah Azza Wa Jalla di bawah ini:

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”. (al-Qur’an: 43: 36-37).

Wallahu ‘alam.

Kamis, 18 Desember 2008

Jalan Dakwah Antara Orisinilitas dan Penyimpangan

Oleh: Fathuddin Ja'far Lc MA

Pengantar

Alhamdulilahi robbil 'alamin, wash-sholatu wassalamu 'ala Rasulihil Al-Amin, Muhammad bin Abdillah, wa'ala aalihi washohbihi ajma'in.

Ini adalah catatan singkat tentang perjalanan dakwah dan tarbiyah yang kami lewati sekitar 25 tahun. Semoga suatu saat bisa diwujudkan dalam satu buku yang lebih baik dan rinci.

Catatan ini kami buat, tujuannya tidak lain kecuali sebagai upaya ishlah (perbaikan) dan peningkatan kualitas SDMD (Sumber Daya Manusia Dakwah). Selama ini ada kesan kuat SDMD tidak mengalami peningkatan yang signifikan sehingga mampu berfikir, berkata dan berbuat sesuai dengan manhaj dakwah kendati sudah melewati tarbiyah puluhan dan belasan tahun. Akhirnya, kerja dakwah dan tarbiyah mengalami jalan di tempat, dan bahkan dalam banyak hal mengalami setback (kemunduran). Anehnya, hal ini terjadi di tengah besarnya tantangan dan peluang dakwah yang terbuka.

Catatan ini sengaja dibuat sesingkat mungkin dan menyentuh inti persolan. Tentu saja tidak akan memuaskan ikhkwah/akhawat pembacanya karena tidak ada uraiannya. Hal tersebut disebabkan kami sedang menyiapkan buku seri manajemen dakwah dengan judul: Desain Gerakan Dakwah Masa Depan, yang semoga dalam waktu yang tidak lama lagi akan kami luncurkan. Ini adalah buku pertama dari buku seri dakwah yang kami rencanakan.

Namun, demikian, jika ikhwah/akhwat melihat perlu mendiskusikannya dalam acara-acara pengajian internal, maka kami juga akan sangat senang hati untuk memenuhi undangan antum semua.

Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus. Amin


10 Fenomena Umum
  1. Tradisi keilmuan dan kaderisasi tidak berjalan dengan baik dan maksimal, sehingga yang berkembang adalah kaum ummiyyun, yakni tidak memahami Islam dan dakwah Islam secara utuh dan dalam banyak hal memahaminya berdasarkan persepsi, bukan berdasarkan ilmu). Bersamaan dengan itu, tumbuh subur pula sikap imma'ah (pak turut atau yes man) di kalangan aktivis dakwah.

  2. Akhlak mua'malah dan siyasiyah buruk (kurang amanah) sehingga terjadi berbagai praktek curang dalam bertransaksi dan berinteraksi kususnya yang menyangkut kedudukan dan keuangan.

  3. Terjangkit penyakit al-wahn (cinta dunia dan takut mati), khususnya sebagian pemimpin dakwah yang selalu membicarakan atau menampilkan pola hidup glamour dan orientasi kehidupan dunia yang serba mewah.

  4. Manajemen organisasi di bawah standar baik manajemen SDM, manajemen keuangan maupun manajemen operasional. Manajemen SDM dibangun di atas sistem nepotisme (orang yang dekat atau tidak kritis), bukan memakai konsep the right man on the right place dan sebagainya. Manajemen keuangan tidak profesional dan tidak transparan sehingga menimbulkan banyak kecurigaan. Sedangkan manajemen operasional dimenej dengan cara by accident, reaktif dan sebagainya.

  5. Leadership tradisional dan cenderung diktator sehingga pemimpin /leader memiliki hak kepemimpinan seumur hidup, kedudukan yang sangat dihormati nyaris didewakan atau dipertuhankan, serta tidak bisa menerima para aktivis yang berfikir besar, kritis dan visioner.

  6. Banyak melahirkan broker-broker dakwah dan politik sehingga aktivitas dakwah dan politik selalu ditawarkan dalam bentuk keuntungan duniawi yang dilegitimasi melalui beberapa istilah syar'i yang disalahgunakan seperti, kemaslahatan dakwah, mahar dakwah, biaya dakwah, mengembalikan hak kita yang diambil orang lain, bukan borjuis, tapi menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, yang penting kontribusi dan sederet istilah lainnya.

  7. Ukhuwwah rendah sehingga melahirkan pemimpin dan aktivis yang egois dan materialis. Akhirnya gerakan dakwah yang bertujuan rahmatan lil 'alamin dan memakmurkan bumi hanya memakmurkan sekelompok elit gerakan dakwah. Boro-boro memakmurkan bumi dengan segala waran penduduknya, 60% aktivis dakwah yang hidup pas-pasan dan bahkan banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan saja belum tersentuh. Jangan-jangan terfikir juga belum, apalagi ingin memakmurkan mayoritas umat Islam Indonesia yang hampir 200 juta dengan konsep Islam yang lurus.

  8. Tidak bisa terbuka (ambivalence), tidak siap berdiskusi ilmiah dan menerima kritik. Sifat-sifat tersebut menimpa mayoritas aktivis dan elite dakwah. Untuk membungkus sifat-sifat negative tersebut mereka menggunakan berbagai istilah syari'i yang disalahgunakan seperti ta'at, tsiqoh, husnuzh-zhan dan sebagainya.

  9. Suburnya Ta'sh-shub jama' atau hizbi. Fenomena ta'ash-shub jama'i ini amat nyata terlihat sejak dari awal-awal dakwah ini dirintis. Sebelum memasuki majal siasi, kita selalu mendengar ucapan, hati-hati, dia atau mereka bukan ikhwan atau akhwat kita dan berbagai ungkapan meremehkan tokoh atau kelompok dakwah lain. Anehnya, bersamaan dengan kebutuhan suara dalam PILKADA dan PEMILU, bid'ahpun dan bekerjasama dengan ahlul bid'ahpun tidak jadi masalah dilakukan, yang penting menangguk suara dalam pilkada dan pemilu.

  10. Terjadi tiga penyimpangan berat. Ketiga macam penyimpangan tersebut dapat dilihat dalam sub tema " Tiga Bentuk Penyinpangan Berat" yang penulis nukil dari buku Syekh Mustafa Masyhur dengan judul " Thariqu al-Dakwah baina al-Asholat wa al-Inhiraf" (Jalan Dakwah antara Orisinilitas dan Penyimpangan)

Tiga Bentuk Penyimpangan
  1. Penyimpangan "GHOYAH/TUJUAN UTAMA"

    1. Riya', ghurur, kibr, cinta Kepemimpinan dan Ketenaran.

    2. Mengejar kepentingan duniawi berupa pangkat, kedudukan, harta dan kekuasaan.


  2. Penyimpangan "AHDAF/TARGET"

    1. Parsialisasi Ahdaf/target seperti ibadah dll.

    2. Fokus penerapan hukum Islam di kawasan tertentu saja dari dunia Islam.

    3. Meraih kekuasaan dengan melanggar ketentuan-ketentuan Islam, baik asalib (metode) ataupun wasa-il (sarana).

    4. Ridha terhadap Islamisasi sektoral sistem suatu negara/pemerintahan.


  3. Penyimpangan "KHUTHUWAT & WASA-IL"

    1. Mengikuti manhaj (konsep) partai-partai politik (umum), termasuk dominasi aktivitas politik terhadap tarbiyah, dakwah dan jihad.

    2. Mengabaikan unsur TARBIYAH dalam semua level anggota. Ciri-cirinya :

      1. Dominasi aktivitas politik terhadap aktivitas tarbiyah & dakwah.

      2. Tidak menyiapkan para murobbi yang handal (sesuai kebutuhan dan perkembangan dakwah).

      3. Aktivitas USAR beralih fungsi atau kurang berfungsi dalam pembentukan kader dan tarbiyah (akhlaqiyah serta ruhiyyah).

      4. Sibuk mengurusi suatu aktivitas tertentu (seperti pilkadal dll) karena kondisi dan peluang yang ada sehingga mengabaikan tarbiyah.


    3. Mengabaikan unsur wihdah (kesatuan) dan kekuatan hubungan antar anggota (Ukhuwwah).

    4. Mengabaikan faktor kekuatan bangunan jama'ah dan syarat-syaratnya. Ciri-cirinya :

      1. Mengabaikan terpenuhinya syarat-syarat keanggotaan.

      2. Menganggap enteng pemilihan para mas'ulin

      3. Membiarkan unsur-unsur perusak dakwah dalam jamaah (broker-broker dakwah).


    5. Mengabaikan Jihad dan persiapannya. Ciri-cirinya :

      1. Tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap fardhu Jihad

      2. Hidup berfoya-foya dan bersenang-senang dengan harta yang menyebabkan tersedot kehidupan duniawi.

      3. Tidak mau berkorban dengan harta dan jiwa di jalan Allah (fi sabilillah)

      4. Penyimpangan niat Jihad untuk menegakkan Kalimatullah menjadi perolehan keuntungan dunia.

      5. Tidak komitmen dengan adabul qital (akhlak berperang)

      6. Tergesa-gesa menggunakan kekuatan senjata dalam melawan musuh sebelum tiba waktu yang tepat.

      7. Lamban dalam menghadapi musuh dan menyetop kejahatan mereka setelah persiapan yang cukup dan waktu yang tepat.


    6. Dakwah dan harokah didasari dorongan wilayah dan kesukuan.

    7. Mengangkat bendera ideologi bumi (ciptaan manusia).

    8. Menghadapkan Jama'ah pada pengaruh atau dominasi penguasa atau pihak asing yang tidak sesuai dengan jati dirinya (jama'ah) yang Islami.

    9. Musyarokah dengan pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Jika terbuka peluang, Musyarokah harus berdasarkan analisa syar'iyyah yang amat teliti. Musyarokah tidak lain hanya langkah yang diperlukan (milestone) untuk menuju sebuah pemerintahan Islam secara menyeluruh.
      Musyarokah seperti itu tidak masalah asalkan terpenuhi persyaratan yang menjamin terealisasinya tujuan utama dan dengan kesepakatan-kesepakan yang jelas.
      Masalah ini tidak boleh diserahkan kepada ijitihad individu (pemimpin). Jika kesepakatan tersebut diingkari (oleh pihak yang kita bermusyarokah dengannya) atau terjadi pergeseran niat (dari pihak kita), maka segera meninggalkan musyarokah, agar kita tidak terjebak pada tipu muslihat dan memalingkan dari target-target besar kita dan rela hanya dengan jalan tengah (kompromi) tanpa melahirkan solusi yang mendasar dan fundamnetal.

    10. Berkoalisi dengan orang/kelompok lain yang berimplikasi terhadap penodaan prinsip-prinsip dan target-target dakwah.

    11. Mencederai prinsip "SYURA".

    12. Tergesa-gesa dan tanpa strategi yang kuat.

    13. Memasuki pertempuran dalam masalah yang tidak fundamental dan masalah-masalah furuiyah.

    14. Uzlah (menghindar) dari masyarakat awam atau mengabaikan kelompok-kelompok tertentu.


Solusinya: Back To Basic

  1. Pilar-Pilar Dakwah

    1. Allah Tujuan Kami

    2. Rasul Saw. Teladan Kami

    3. Al-Qur’an Konstitusi Kami

    4. Jihad Jalan Kami

    5. Mati di Jalan Allah Cita-Cita Kami


  2. Ideologi Dakwah

    1. Dakwah/Aqidah Salaf

    2. Metode Sunnah

    3. Hakikat Sufi

    4. Lembaga Politik

    5. Klub Olah Raga

    6. Ikatan Ilmiah & Kebudayaan

    7. Institusi Ekonomi

    8. Pemikiran Sosial


  3. Karekteristik Dakwah

    1. Menjauh dari Khilafiyah Fiqhiyah

    2. Menjauh dari Dominasi Tokoh dan Pembesar

    3. Menjauh dari Dominasi Partai-Partai & Lembaga-Lembaga

    4. Konsen Terhadap Kaderisasi, Tahapan dan Langkah

    5. Mengutamakan Aspek Keilmuan yang Produktif Ketimbang Propaganda dan Promosi

    6. Paling Banyak Diterima Generasi Muda

    7. Berkembang Pesat di Desa dan Kota


  4. Aspek Reformasi

    1. Politik, Hukum dan Manajemen Pemeritahan (10 Poin).

    2. Sosial dan Imu Pengetahuan/Pendidikan (30 Poin)

    3. Ekonomi (10 Poin)


Catatan : Untuk lebih rinci mengenai poin-poin reformasi/ishlah dalam 3 aspek tersebut, dapat dilihat dalam buku Majmu’at Rosail Bab : Nahwa Annur Menuju Cahaya.

Jangan Memanipulasi Kata Ikhlash

Beberapa pekan terakhir ini, sering muncul iklan di televisi mengenai haji. Iklan yang dibuat oleh Departemen Agama itu diawali dengan keluhan seorang ibu yang menyebutkan bahwa haji tahun ini lebih mahal dan pemondokannya lebih jauh. Setelah diberi penjelasan oleh beberapa orang laki-laki yang memang logat daerah berbeda-beda, akhir ibu itu menutup iklan dengan kalimat, "kalau ikhlas akan terasa nikmat." Tak lupa, sebelum iklan ditutup, ada juga pesan dari seorang Kiai anggota MUI.

Saat pertama kali melihat iklan ini, saya tersenyum-senyum sinis. Rasanya, bukan sekali ini saja Departemen Agama berlindung di balik kata ikhlash akan keburukan pelayanan haji. Tahun lalu, saat kasus buruknya katering haji, Depag-pun berlindung di balik kata ikhlash. Berulang kali pejabat Depag muncul di televisi menghimbau agar para jama'ah menjaga keikhlasan, dan tidak berkata-kata yang buruk yang akan mengurangi pahala berhaji. Beragam keburukan pelayanan haji, seperti kondisi pemukiman yang tak layak, makanan yang kurang, bus transportasi yang ugal-ugalan, dan seterusnya, sering digembar-gemborkan sebagai ujian saat berhaji. Sehingga jama'ah haji harus banyak bersabar, dan lagi-lagi ... harus ikhlash.

Alangkah, rendahnya kata ikhlash dan shabar. Jika selalu digunakan sebagai tameng keburukan pelayanan kita. Ini namanya inflasi makna ikhlash. Ikhlash dipakai dimana-mana, di tempat yang tidak semestinya. Seperti juga inflasi yang terjadi pada kata, "afwan akhi", atau bahkan pada ungkapan takbir, "Allahu Akbar." Mengapa saya berpendapat, takbir juga mengalami inflasi ? Karena saya melihat, kadang-kadang ada sebagian aktifis da'wah yang selalu bertakbir tidak pada tempatnya. Contoh yang teranyar misalnya, ketika ada debat di TVone mengenai iklan PKS yang "mem-pahlawan-kan" Soeharto. Nonton tidak ... ? Berulang kali, para pendukung PKS bertakbir, sesudah memuji-muji kebaikan Soeharto. Loh, saya jadi bingung saat mendengarnya. Takbir sesudah memuji Soeharto ? Gak salah tuh... ? Untuk siapa kalau begitu takbirnya ... ? Na'udzubiLlah min dzalik.

Kembali lagi, ke soal iklan Depag. Menurut saya yang lebih bijak, pemerintah (baca : Depag), tidak perlu lah gunakan kata ikhlash akan kekurangan pelayanan haji selama ini. Kalau mau bikin iklan, buat saja iklan yang berisi permintaan maaf kepada masyarakat akan kekurang sempurnaan layanan. Mohon do'a dari masyarakat agar bisa terus memperbaiki kualitas layanan. Atau, kalau mau lebih berani lagi, sudahlah tinggalkan saja urusan haji itu oleh pemerintah. Tidak perlu lagi pemerintah mengurusi haji. Depag, cukuplah mengurusi bimbingan dan layanan keagamaan. Perbaiki juga kualitas madrasah. Kadang-kadang, saya sering heran. Kenapa pemerintah maunya mengurusi ibadah yang ada unsur d-u-i-t-nya. Zakat, mau deh diurus. Haji, semangat banget mengelolanya. Sukuk, obligasi syari'ah, sampai dibuat undang-undangnya. Tapi, kalau ibadah yang tidak ada unsur "d"-nya tadi, seperti shaum, sholat, hijab, dan seterusnya, tidak mau diurusin. Malah, pakai deh dalih, urusan agama itu kan urusan privat, gak perlu campur tangan negara. Weileh... kok ngurusin ibadah milih-milih.

Kalau saja haji diswastanisasikan, saya sih cukup yakin, bahwa pelayanannya pasti akan lebih baik. Seperti zakat, yang juga banyak dikelola oleh swasta, hasilnya lebih baik daripada yang dikelola oleh negara. Lihatlah, betapa eloknya kinerja Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat, dan teman-temannya. Dalam sebuah ceramah di tahun 70-an, bahkan Bang Imad (DR. Imaddudin Abdurrahim, penulis buku KUliah Tauhid dan dosen ITB) pernah menjanjikan jika haji dikelola oleh swasta biayanya bisa kurang hingga 50% dari biaya yang ditarik oleh negara. Bahkan juga, dengan kualitas yang berkali-kali lebih baik.(m.setiawan)murobbiku

dari wiji thukul

Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
(wiji thukul)

Selasa, 16 Desember 2008

Memaafkan Tanpa Melupakan

Wafatnya HM. Soeharto. Seseorang yang pernah memimpin Republik Indonesia paling lama dalam sejarah. Seseorang yang diakui oleh semua fihak sebagai orang yang banyak berjasa dalam memimpin negeri ini. Beliaulah, pemimpin yang mampu mengangkat negeri ini dari keterpurukan ekonomi di akhir tahun 60-an, setelah krisis politik berkepanjangan di masa orde lama. Beliau pula pemimpin yang mampu untuk menghadirkan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, yang dulu kita kenal dengan istilah Repelita (rencana pembangunan lima tahun). Di bawah kepemimpinannya, rakyat Indonesia pernah mengalami swasembada pangan, sehingga harga pangan demikian terjangkau. Infrastruktur jalan raya, listrik dan telekomunikasi juga banyak dibangun pada masa kepemimpinan beliau.

Namun, selain hal-hal manis tersebut, kita pun mengenang masa-masa kelam yang pernah dialami, khususnya oleh umat Islam, di masa kepemimpinan beliau. Umat Islam yang awalnya dirangkul saat membubarkan PKI, kemudian dijauhi dan dipinggirkan. Dimulai dari pelarangan pembentukan kembali salah satu Partai Islam terbesar di negeri ini yaitu Masyumi, hingga pelabelan ekstrim kanan (eka) dan tindakan represif bagi kelompok Islam yang tidak setuju dengan kebijakannya. Karena itulah, kita mencatat peristiwa-peristiwa kelam yang pernah terjadi saat itu. Mulai dari kasus aliran kepercayaan, pelarangan jilbab, isu asas tunggal, hingga peristiwa pembantaian di Tanjung Priok dan Talangsari (Lampung). Demikian represifnya rezim orde baru, bahkan untuk sekedar menyelenggarakan pengajian pun sungguh sangat sulit di masa itu.

Meskipun demikian, menjelang hari-hari terakhir Pak Harto, kita menyaksikan tokoh-tokoh Islam yang mewakili umat Islam yang pernah disakiti oleh kebijakan beliau, berulang-ulang kali mengungkapkan pemaafan atas kesalahan Pak Harto. Bahkan, tak hanya itu, tokoh-tokoh Islam itu pun meminta seluruh masyarakat untuk mendo'akan dan memaafkan Pak Harto. Sebuah sikap yang bijaksana dan mencerminkan keluhuran akhlaq Islam. Islam memang mengajarkan keutamaan memberikan maaf dibadingkan meminta maaf. Dalam al-Qur'an, Allah subhanahu wa ta'ala mengungkapkan diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah kemampuan untuk memberikan maaf.

(Yang bertaqwa itu adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan yang mampu menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Al-Qur'an, Surat Ali Imran ayat 134)

Dalam as-Sunnah pun, kita dapat menyaksikan begitu banyak contoh pemaafnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Salah satunya, seperti saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berhasil menaklukkan kota Mekkah (fathu Makkah). Sebagai seseorang yang pernah disakiti, disiksa dan diperangi oleh penduduk Mekkah hingga akhirnya terusir dari kampung halamannya, secara manusiawi sebenarnya layak saja jika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membalas perbuatan penduduk Mekkah tersebut. Namun, alih-alih membalas, saat datang kembali ke kota Mekkah sebagai penguasa, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam malah memberikan pengampunan massal. Seraya bersabda, "Idzhabuu, fa antumut thulaqqa (Silahkan pergi sesuka hati, kalian adalah orang-orang yang merdeka)". (Kitab Sunan Kubra al-Bayhaqi juz 9 hal. 118 dan kitab Ma'rifatus sunan wal atsar lil Bayhaqi juz 14 hal. 417) Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mengungkapkan hari agresi militer-nya ke kota Makkah bukan sebagai hari pertumpahan darah, namun sebagai "yaumur rahmah" (hari kasih sayang).

Karena itulah, jika terhadap penduduk Mekkah yang belum menjadi muslim saja begitu besar maaf yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tunjukkan, maka mengapa kita tidak dapat memaafkan kesalahan Pak Harto yang hingga akhir hayatnya masih menyatakan diri sebagai seorang muslim.

Walaupun tentu saja, pemaafan yang diberikan bukan berarti kita boleh melupakan seluruh sejarah yang pernah terjadi di masa kepemimpinan beliau. Umat Islam hendaknya tidak menjadi umat yang pendek memori kesejarahannya. Kaum muslimin selayaknya adalah kaum yang sadar sejarah, karena al-Qur'an telah berulang kali mengingatkan kepada kita pentingnya pemahaman sejarah.

Maka Kami jadikan yang demikian itu (peristiwa sejarah) sebagai peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Qur'an, surat al-Baqarah ayat 66). Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an, surat Yusuf ayat 111)

Diantara hal-hal yang dapat dijadikan 'ibrah (pelajaran) dari sejarah kekuasaan orde baru adalah sebagai berikut :
1. Betapa buruknya jika syahwat kekuasaan sudah tertanam dalam diri manusia. Karena syahwat kekuasaan inilah rezim orde baru dapat berkuasa selama 32 tahun di Indonesia. Juga, karena syahwat kekuasaan ini pula rezim orde baru menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Untuk itulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita bahayanya terlalu obsesif terhadap kekuasaan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya kalian akan berlomba-lomba untuk berkuasa, padahal ia adalah penyesalan di hari kiamat." (Shahih Bukhari juz 22 hal. 59 no. 6615)
2. Pentingnya pengawasan dan kritik dalam kepemimpinan. Saat seorang pemimpin tidak mau dikritik dan dinasehati maka yang muncul berikutnya adalah lupa diri yang bermuara pada kesewenang-wenangan. Karena itulah Umar Ibn Khattab radhiyallahu 'anhu pernah berkata, "Semoga Allah subhanahu wa ta'ala merahmati orang yang menghadiahkan aibku kepadaku."
3. Bahwa kepemimpinan hendaknya digunakan bukan saja untuk melindungi kebutuhan fisik rakyat, namun juga kebutuhan psikisnya. Melindungi rakyat dari ketakutan dan kesedihan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengurusi umat Islam, sedang ia tidak memperhatikan kedukaan dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan dan kemiskinannya di hari kiamat." (Sunan Abi Dawud, juz 8 hal.177 no. 2559)
4. Pentingnya pula menjaga jarak antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi (ataupun keluarga) dalam kekuasaan. Tidak layak bagi seorang pemimpin jika ia menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi maupun keluarganya. Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Amirul mu'minin Umar Ibn Khattab radhiyallahu 'anhu yang mematikan lampu ruang kerjanya saat putranya datang untuk membicarakan masalah keluarga. Saat putranya bertanya, mengapa Umar melakukan itu, Umar menjawab tegas, "Minyak lampu ini dibeli dengan uang rakyat, untuk itu kita tak layak berbicara tentang keluarga dengan diterangi lampu yang dibeli oleh uang rakyat."

Semoga kita semua dapat memaafkan kesalahan-kesalahan Bapak H.M Soeharto. Mendo'akan kebaikan baginya sebagai seorang hamba Allah. Namun, tidak melupakan kekurangan yang pernah dilakukannya, agar sejarah masa lalu tidak terulang lagi.

Wallahu a'lam bish showwab
Muhammad Setiawan(murobbiku)

Apa Obsesimu ?

Bukan karena terinspirasi dengan "tag line" sebuah iklan. Atau, ingin membantu mempopulerkan (apalagi produknya) iklan tersebut. Namun, masalah obsesi sesungguhnya memang adalah hal yang sangat penting. Obsesi yang berarti keinginan kuat, adalah hal yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat lebih gigih dan keras. Para ahli manajemen sumber daya manusia menyebut obsesi ini sebagai motivasi intrinsik. Motivasi yang berasal dari dalam jiwa manusia yang menuntunnya untuk tetap melangkah. Karena obsesi tersebutlah, seseorang rela untuk meniti hari-hatinya dengan penuh peluh. Seseorang rela untuk melintasi gunung, seberangi hutan dan arungi lautan demi mengejar obsesinya tersebut. Untuk itu, kesalahan dalam menentukan obsesi akan menentukan kesalahan seluruh langkah yang akan dibuat. Karena pentingnya makna obsesi itulah, Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam yang mulia memberikan panduan untuk kita dalam menentukan obsesi hidup.
Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah rahimahullahu ta'ala dari sahabat Utsman Ibn Affan radhiyallahu 'anhu :

"Barangsiapa yang akhirat menjadi obsesinya, maka Allah subhanahu wa ta'ala akan melancarkan semua urusannya, menjadikan hatinya terasa kaya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa yang dunia menjadi obsesinya, maka Allah subhanahu wa ta'ala akan mengacaukan semua urusannya, menjadikan hatinya miskin, dan dunia akan datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan kepadanya." (Sunan Ibnu Majah, no. 4095)

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam menjelaskan kepada kita bahwa obsesi manusia secara umum terbagi atas dua hal. Obsesi akhirat dan obsesi dunia.
Orang yang terobsesi dunia adalah orang yang menjadikan dunia dan hiasannya (jabatan, harta, popularitas ataupun kesenangan seksual) sebagai tujuan-tujuan hidupnya. Ia termotivasi untuk melakukan sesuatu jika diimingi-imingi dengan "bunga-bunga" dunia tersebut. Ia bergerak hanya untuk mencari dunia. Ia lupa bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah sementara. Sebuah terminal atau pemberhentian sementara dalam perjalanan panjang ke kampung keabadian. Sebagai sabda Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam yang mulia ; "Jadilah kalian di dunia ini sebagai orang asing atau pengembara" (Shahih Bukhari no. 5937).
Jika seseorang hanya bergerak karena alasan dunia, maka Allah subhanahu wa ta'ala akan menjadikan kecintaan terhadap akhirat keluar dari dalam hatinya. Sebagaimana ungkapan seorang salafus shalih bernama Malik Ibn Dinar rahimahullahu ta'ala, "Demi Allah, dua hal tidak akan pernah bertemu dalam hati seorang manusia, yaitu sedih karena akhirat dan bahagia karena dunia. Salah satu dari keduanya harus mengusir yang lainnya."

Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan seseorang demikian terobsesi terhadap dunia.
Pertama, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya. Orang yang terobsesi terhadap lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat. Mereka menyangka bahwa kehidupan ini akan berakhir begitu saja setelah nyawa tercabut dari tubuh. Karena itulah ia menghabiskan waktu-waktu hidupnya hanya untuk bekerja mencari dunia dan bersenang-senang. Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan karakteristik mereka dalam ayat-Nya : "Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (Qur'an surat al-Jatsiyah ayat 24). Dikisahkan, Imam Hasan al-Bashri rahimahullahu ta'ala pernah berjalan melewati orang-orang yang sedang tertawa. Lalu Hasan al-Bashri bertanya kepada orang itu, "Saudaraku, apakah engkau pernah melewati titian akhirat (sirath) ?" Orang itu menjawab, "Belum." Lalu, Hasan al-Bashri bertanya kembali, "Kalau begitu, kenapa engkau tertawa seperti ini, padahal hari-hari kelak amatlah sulit ?"
Kedua, ambisi terhadap jabatan. Mereka yang ambisius terhadap jabatan dan kekuasaan akan menghabiskan seluruh kehidupannya untuk mencapainya. Bahkan tak jarang menghalalkan segala cara agar mampu berkuasa. Abu Ja'far al-Mihwalli, seorang salafus shalih, mengungkapkan, "Seseorang yang memiliki jabatan haram baginya merasakan kenikmatan akhirat."
Ketiga, tertipu dengan kesehatan. Orang-orang yang tertipu dengan kebugaran fisiknya seringkali merasa bahwa kematian masih sangat jauh darinya. Ia mengira bahwa kematian hanya menghampiri orang-orang yang sakit atau telah tua. Padahal kematian akan menghampirinya tanpa diduga.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (Qur'an surat Qaf ayat 19).

Jika seseorang terobesesi terhadap dunia, maka Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam menjelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah menyediakan tiga "hadiah" bagi mereka. Pertama, Allah akan menjadikan semua urusannya kacau. Sehingga hidupnya akan terasa sempit dan sesak. Yang kedua, Allah subhanahu wa ta'ala juga akan menjadikan dirinya senantiasa kekurangan. Sehingga ia akan terus haus terhadap dunia. Layaknya seseorang yang meminum air laut, bukannya kesegaran yang ia raih namun dahaga yang tak habis-habisnya. Merekalah sesungguhnya orang-orang yang miskin. Dan yang terakhir, Allah subhanahu wa ta'ala akan memberikan kepada mereka sebatas apa yang telah ditakdirkan kepada mereka. Tak lebih. Padahal kebutuhan-kebutuhan hidup mereka Allah akan tambah terus-menerus.

Sebaliknya, bagi orang-orang yang terobsesi terhadap akhirat, Allah akan anugerahkan kepada mereka tiga kenikmatan. Pertama adalah, Allah akan mempermudah semua urusannya. Sebagaimana ungkapan Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, "Apabila Aku (Allah subhanahu wa ta'ala) telah mencintai hamba-Ku, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia melihat, Aku akan menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memukul, dan Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Apabila ia meminta kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya. Dan apabila ia berlindung kepada-Ku, aku akan menjaganya." (Shahih Bukhari, no. 6021). Anugerah kedua bagi orang-orang yang terobsesi kepada akhirat adalah, Allah akan menjadikan hatinya kaya. Allah cukupkan segala urusannya, sehingga ia mampu untuk berbagi dengan sesama. Dan yang terakhir, Allah subhanahu wa ta'ala akan mendatangkan dunia kepadanya sambil menunduk. Kehidupan dunianya dipermudah oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Allah memberikan rezki kepadanya, tanpa batas. "Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberikan rezki kepada tanpa diduga dan terhitung." (Qur'an surat at-Thalaq ayat 2 – 3).

Karena itu beruntunglah, orang-orang yang obsesi hidupnya kepada akhirat. Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana karakteristik mereka ? Sekurangnya, ada tiga hal yang menjadi karakter manusia pengobsesi akhirat. Pertama, mereka adalah orang yang ikhlas. Lurus ber-Tauhid. Hanya bergerak untuk dan karena Allah semata. Mereka bekerja bukan semata-mata karena mencari nafkah, namun jauh daripada itu karena sadar bahwa bekerja adalah beribadah. Bahkan seluruh aktifitas hidup dan tarikan nafasnya adalah ibadah. Kedua, pengobsesi akhirat adalah pengagum Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam. Menjadikan Muhammad shallaLlahu 'alayhi wasallam sebagai contoh dalam hidupnya. Berjalan sesuai dengan sunnah-nya. Ketiga, para pengobsesi akhirat adalah orang-orang yang memiliki semangat berbagi yang tinggi. Ia sadar bahwa ia tidak hanya hidup bagi dirinya sendiri, namun juga harus memberi manfaat bagi sebanyak mungkin manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wasallam, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain." Atau, ungkapan seorang pejuang Islam di Mesir, Sayyid Quthb rahimahullahu ta'ala, "Orang kerdil adalah orang yang hidup untuk dirinya sendiri dan mati untuk dirinya sendiri. Sedangkan, orang besar adalah orang yang hidup untuk orang lain dan mati untuk orang lain."

Jadi, apa obsesimu ?

Wallahu a'lam bis showwab

Muhammad Setiawan(murobbiku)

kata-kata syaikh abu laits

Kalimat Tauhid (Laa Ilaaha Illalloh) tidak akan tegak kecuali dengan darah. Telah tertipu, terperdaya dan rusak akalnya bagi siapa saja yang menyangka bahwa kalimat tauhid akan menang tanpa tertumpahnya darah.


2
Wahai saudara…Jika kita menginginkan jihad, tegaknya kalimat Tauhid, kekuasaan di bumi, dan mati syahid maka kita lihat kalimat tauhid tersebut kemudian kita ikuti serta menetapi konsekuensi yang menjadi tuntutannya.


3
Al Aqsho menurut kami adalah tujuan dari jihad yang kami lakukan.
Kami tidak menerjuni kancah pertempuran kecuali saya sering meyakinkan bahwa apa yang kita laksanakan ketika terjun ke kancah jihad fi sabilillah kecuali kami berangan-angan untuk memindahkan pertempuran ini di Masjid Al Aqsho.


4
Wahai para mujahidin di Iraq, Afghanistan, Aljazair, Chechnya, dan di setiap tempat…Jikalau kita belum merasakan payah dan kesulitan maka sekali-kali kita tidak akan pernah merasakan yang namanya kebahagiaan.


5
Saya menyeru kepada para ulama untuk mendatangi medan-medan jihad dan untuk memimpin saudara, keturunan dan murid-murid mereka.
Karena sesuatu yang membahagiakan seorang mujahid adalah ketika melihat seorang ‘alim berada di front terdepan dari medan pertempuran untuk memimpin mereka.

Senin, 15 Desember 2008

ULAMA BAJINGAN

Ulama bajingan adalah ulama yang membenarkan kekuasaan kafir mengangkangi negeri ini dengan dalil ALQURAN dan HADIST NABI .

Ulama bajingan adalah ulama yang hanya mengurusi fikih haid dan nifas tapi meninggalkan fikih jihad .

Ulama bajingan adalah ulama yang hanya mampu berbicara keadilan tanpa pernah melaksanakanya .

Ulama bajingan adalah ulama yang kepalanya bersorban tapi hatinya penuh nafsu kekuasaan .

Ulama bajingan adalah yang memfitnah para mujahid dengan label teroris dan begundal .

Ulama bajingan adalah yang merasa lega dengan isi amlop besar dan tidak pernah datang bila tidak ada uang yang besar .

Ulama bajingan adalah yang merasa puas dengan ilmu dan amal ubudiyahnya saja dan meningalkan jihad fi sabilillah .

Ulama bajingan adalah yang amalnya sedikit tapi kalau memimpin doa begitu panjang .

Ulama bajingan adalah yang memberikan fatwa atas dasar pesanan penguasa .

Ulama bajingan adalah yang setiap perkataanya harus diikuti seolah – olah dia adalah seorang nabi .

Ulama bajingan adalah sekumpulan manusia yang bermusyawarah untuk melegalkan ketergelinciran pemikirannya .

Ulama bajingan adalah ulama yang tenggelam dengan dzikir – dzikir panjang tapi melarang umat untuk bejihad .

Ulama bajingan adalah yang mengatakan jihad tertinggi adalah melawan hawa nafsu pribadi .

Ulama bajingan adalah yang mengatakan tidak perlu menegakkan syariat islam yang penting nilai – nilai islam dilaksanakan .

Ulama bajingan adalah ulama yang menutupi keislamannya demi kenikmatan duniawi .

Ulama bajingan adalah yang mengatakan hanya dengan organisasinya islam akan tegak.

Ulama bajingan adalah seperti orang buta yang tak bisa berjalan tapi menganggap dirinya wali .

Ulama bajingan adalah seperti manusia yang di akhir masanya dicangkok jantungnya .

Ulama bajingan adalah rektor bodoh yang mengusung pluralisme .

Ulama bajingan adalah seperti orang yang cacat bibirnya karena capek meneriakan sekulerisme .

Ulama bajingan adalah yang menganjurkan pribadi dan orang lain untuk kaya walaupun dengan menghalalkan segala cara .

Ulama bajingan adalah yang menolak kritik walaupun itu benar dari saudarannya .

Ulama bajingan adalah yang mengaggap kepimpinannya adalah wahyu dari yang maha kuasa hingga enggan untuk diturunkan .

Ulama bajingan adalah yang bergoyang dangdut disetiap kampanyenya sambil mengatakan “ inilah jihad kita”

Ulama bajingan adalah yang menjilat manusia yang kemarin membunuh saudarannya .

Bila bertemu dengan mereka ludahi saja mukannya .

Bila lewat depan rumahnya lempari dengan batu saja .

Bila dia bicara bungkam mulut baunya .

Bila bersalaman dengannya patahkan tangannya .

Karena mereka dunia islam tercemari dengan perkataan kosongnya .

Karena mereka umat jumud otaknya .

Karena mereka berjuta orang hanya bertaklid buta .

Karena mereka kafir thoghut menjadi ideology umat .

Karena mereka umat tercekam di neraka dunia .

Karena mereka umat ragu – ragu dengan agamanya .

Karena mereka kegelapan dunia islam tak akan berakhir .

Karena mereka perpecahan umat mencapai titik puncaknya .

Kepada umat islam kembalilah kepada ALQURAN dan SUNNAH karena disana ada kehidupan .

Jadilah kalian umat yang bebas menyuarakan kebenaran walaupun dunia mendustakan .

Hanya dengan jihad dan I’dad agama ini akan tegak diatas mimbar dunia .

Bersatu tanpa memandang gerakan dan organisasi adalah solusi untuk meninggikan agama ini .

Tanggalkan segala atribut dunia yang menipu dan menghalangi perjuangan .

Singkirkan dengan kekuatan setiap penghalang ideology kita .

Pejuang tak akan pernah berhenti sampai dia mati atau memenangkan perjuangan suci .

Kenapa kalian masih duduk termangu menunggu taklimat yang menipu .

Kenapa kalian masih terbuai dengan slogan kosong para penipu .

Kenapa kalian tidak bangkit menentang keganjilan dalam perjuangan .

Kenapa kalian sendiri yang membuat agama ini menjadi angan – angan belaka untuk di tegakkan .

Kenapa kalian menunggu sepuluh tahun untuk menikmati syariat islam .

Kenapa kalian tidak dari sekarang datang kepada thoghut itu dan berkata “kamilah pemimpin kalian sekarang”

Jangan takut ALLAH selalu bersama kebenaran .

Jangan pernah berhenti karena berhenti adalah mengubur diri sendiri .

Jangan ragu karena hanya kebenaran yang menyelimuti agama ini .

Jangan bimbang karena kematian adalah kepastian .

Jangan dengarkan para penyeru jalan kesesatan .

Jangan malu untuk katakan “kami ada hanya untuk menegakkan syariat islam”

Sekarang bersiap siagalah dan berdoa karena perubahan itu dari sini yang akan kalian mulai .

Siapkan diri kalian untuk menyambut perubahan besar yang akan terjadi secara tiba – tiba .

Tapi bila kalian enggan ikut dengan kafilah ini perjuangan tak akan pernah berhenti dan cukuplah ALLAH sebagai sebaik – baiknya penolong .

Sabtu, 13 Desember 2008

Tuhan Sembilan Senti

Jika kita membuka mata kita lebih lebar dan melihat sekeliling kita, sesungguhnya kita akan mendapatkan sebuah pemandangan yang menyedihkan di sekitar kita. Bangsa ini masih dililit oleh kemiskinan. Data tahun 2004 menyebutkan, setidaknya jumlah pengangguran di negeri ini telah mencapai angka 40 juta orang. Jika para penganggur ini adalah seorang kepala keluarga yang memiliki satu orang istri dan hanya satu orang anak maka sekurangnya kita telah memiliki angka 120 juta orang penduduk miskin di negeri ini. Seratus dua puluh juta orang yang berarti lebih dari setengah penduduk negeri ini yang jumalhnya 225 juta orang. Ini jika penduduk miskin tersebut diukur dari tingkat pengangguran terbuka. Belum pula jika dihitung dari angka pengangguran terselubung. Ataupun, dihitung dari penduduk miskin yang sudah bekerja namun upah yang diterimanya tidak sebanding dengan biaya kebutuhan pokok yang makin membumbung tinggi saja akhir-akhir ini. Tentu akhirnya kita akan mendapatkan angka penduduk miskin yang lebih tinggi lagi.

Namun, dibalik angka kemiskinan penduduk negeri ini yang makin fantastis, pernahkah kita menyadari komoditas apa yang lebih banyak dibeli oleh penduduk miskin negeri ini selain makanan pokok ? Yang karena mendahulukan untuk membeli komoditas ini, para penduduk miskin rela mengurangi pos pengeluaran pendidikan dan kesehatan mereka dalam anggaran belanja rumah tangganya. Komoditas itu ternyata adalah rokok ! Yah, rokok. Perusahaan-perusahan rokok di negeri ini yang berhasil memproduksi rokok hingga 225 miliar batang setahun (terbesar di dunia) ternyata konsumen setia terbesarnya adalah penduduk miskin. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 misalnya menyebutkan, masyarakat miskin di negeri ini cenderung mengorbankan alokasi belanja kebutuhan pokok, termasuk beras, susu, tahu dan daging, demi tetap mempertahankan kebiasaan merokok. Pada tahun 1999, proporsi belanja makanan pokok keluarga keluarga miskin yang 28% turun menjadi 19% pada tahun 2003. Namun, pada periode yang sama proporsi belanja rokok keluarga miskin justru naik dan meningkat dari 8% menjadi 13%. (masya Allah ... !). Karena itu, tampaknya rokok sudah menjadi kebutuhan utama bagi sebagian penduduk negeri ini. Padahal, kita semua sepakat betapa besar kemadharatan yang diakibatkan oleh sebatang rokok. Tidak hanya bagi penghisapnya, namun juga bagi orang-orang di sekitarnya.

Mengenai bahaya rokok tersebut bahkan dapat kita baca jelas disetiap bungkus rokok. Ditulis dengan huruf kapital dan tebal. MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN. Namun, mengapa mendadak 12 juta kepala keluarga miskin yang aktif merokok (data BPS) menjadi buta huruf dan tidak menghiraukan peringatan tersebut. Padahal jelas, data organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan jumlah kematian akibat rokok di seluruh dunia saat ini telah mencapai 8,4 juta orang setiap tahunnya. Koran Tempo tanggal 9 April 2007, dalam sebuah artikelnya menyebutkan, bahwa dalam sebatang rokok terdapat : 4000 jenis racun kimia (10 diantaranya bersifat karsinogenik/merangsang tumbuhnya kanker). Sedangkan, korban jiwa (kematian) akibat rokok pada tahun 2001 berjumlah 427.946 orang atau 22,5% dari total kematian orang Indonesia. Adapun, total biaya konsumsi rokok penduduk negeri ini pada tahun 2001 adalah Rp. 127,4 triliun. Bayangkan, betapa besar uang yang telah dihamburkan oleh penduduk negeri ini demi memenuhi paru-parunya dengan asap rokok.

Jika ratusan trilyun telah kita keluarkan untuk tembakau, pertanyaan berikutnya adalah siapa yang kemudian diuntungkan ? Apakah para petani cengkeh (bahan baku rokok) ? Ternyata, tidak. Petani cengkeh kita mengaku bahwa harga cengkeh jika sedang panen maka harganya turun hingga Rp. 15.000,-/kg. Padahal biaya produksinya saja tiap kilogram sudah mencapai Rp.16.000,-. Itu berarti, mereka rugi Rp.1.000,-/kg. Atau, mungkin yang untung adalah para buruh pabrik rokok ? Ternyata tidak pula. Sebagian besar upah buruh pabrik rokok hanyalah pas-pasan dengan UMR negeri ini yang terkenal sempit itu. Bahkan ada pula beberapa pabrik rokok yang mengupah buruhnya jauh di bawah UMR. Untuk itu, wajarlah jika sebagian besar buruh pabrik rokok adalah perempuan. Karena mereka dikenal rapih dalam bekerja dan tidak banyak menuntut. Jadi, siapa yang diuntungkan dari bisnis rokok ini ? Tak lain dan tak bukan, yang untung besar adalah para pemilik pabrik rokok. Jika diambil contoh dari dua perusahaan rokok besar di negeri ini saja, yaitu Gudang Garam dan HM. Sampoerna, maka kita bisa membayangkan bagaimana untungnya menjadi pemilik pabrik rokok di negeri ini. Majalah SWA tanggal 3 Juni 2007 menyebutkan, bahwa angka penjualan bersih Gudang Garam pada tahun 2006 adalah Rp. 26,3 triliun. Sedangkan HM. Sampoerna Rp. 29, 5 triliun. Dari penjualan bersih itu, Gudang Garam berhasil meraih laba bersih Rp. 1,88 triliun, dan Sampoerna Rp. 2,38 triliun. Keuntungan bersih ini kemudian mereka salurkan untuk menghidupi anak-anak bisnis perusahaan Gudang Garam dan HM. Sampoerna. Mulai dari bisnis makanan, properti, perkebunan, keuangan hingga bisnis perjudian. Tidakkah kita mencium aroma ketidak adilan di sini. Sebagian besar penduduk miskin kita telah dibuai dengan iklan-iklan rokok, hingga setiap hari mereka mengeluarkan uangnya untuk menambah besar kantong para cukong rokok tersebut.

Jika dari syariat Islam, sesungguhnya bagaimana hukum rokok ini ? Sepengetahuan penulis, hampir seluruh ulama Islam Internasional menghukumkan rokok sebagai haram. Hanya, ulama-ulama Indonesia saja yang sebagian masih menghukumkan rokok sebagai makruh. Diantara ulama yang mengharamkan rokok tersebut adalah Syeikh Abdul Aziz Ibn Baz rahimahullahu ta'ala. Beliau meungkapkan bahwa rokok haram karena rokok termasuk dalam al-khabaaits (hal-hal yang buruk) dan bukan at-thayyibat (hal yang baik). Keburukan rokok ini dihitung dari besarnya bahaya yang diterima oleh penghisap dan penghirup asap rokok. Padahal Allah SWT telah jelas-jelas menegaskan keharaman seluruh hal yang buruk. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an surat Al-A’raf : 157 :"Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Keharaman ini jika hanya memperhitungkan bahaya rokok dari aspek kesehatan. Belum dari segi tabdzir-nya. Sedangkan Allah SWT jelas melarang pula perilaku tabdzir (memboroskan harta). Dan janganlah engkau memboroskan hartamu. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudaranya syetan. (Al-Qur'an surat al-Isra ayat 26 – 27). Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wa sallam juga menjelaskan bahwa salah satu hal yang ditanya oleh Allah SWT kepada kita di hari kiamat adalah mengenai kemana kita membelanjakan harta kita. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abi Barzah al-Aslamy radhiyaLlahu 'anhu bahwa Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wa sallam pernah bersabda, "Tidak akan melangkah kedua tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ia ditanya mengenai usianya, untuk apa saja ia habiskan. Mengenai ilmu yang dimilikinya, untuk apa ia amalkan. Mengenai hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan. Serta, mengenai jasmaninya, untuk apa ia pergunakan". (Sunan at-Tirmidzi, juz 8, hal. 443, no. 2341).

Terakhir, saya ingin mengajak seluruh pembaca untuk merenungkan sebuah puisi yang pernah ditulis oleh Bapak Taufiq Ismail. Salah seorang penyair besar yang dimiliki negeri ini. Beliau menuliskan keprihatinan yang mendalam akan kegandrungan masyarakat Indonesia terhadap benda yang bernama rokok ini, dalam sebuah puisinya, yang berjudul "tuhan Sembilan Senti".

tuhan Sembilan Senti
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,/tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,// Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,//Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,/tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,//Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,//Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,//Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,//Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,//Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,//Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,//Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,//Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,//Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?//Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.//Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?//Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.//Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,//Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,//Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,//Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,//Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,//Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.


Wallahu a'lam bis shawwab
Ya Allah, saksikanlah ... aku telah menyampaikan

Muhammmad Setiawan(murabbiku)

Orang Aneh

Suatu pagi, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam berangkat ke masjid Nabawi untuk melaksanakan shalat shubuh berjama’ah dengan sahabat-sahabatnya. Sesampainya di masjid, ternyata beliau mendapati sahabat-sahabatnya masih berkumpul di pintu masjid. Belum juga masuk ke masjid sebagaimana biasanya. Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam heran dan kemudian bertanya, “Mengapa kalian belum juga masuk ke dalam masjid, wahai sahabat-sahabatku ? Bukankah waktu shubuh telah tiba ?” Sebagian sahabat kemudian menjawab, “Ya Rasulullah, hari ini sumur dan tempat-tempat air kami sangat kering. Kami belum mendapatkan sepercik air sekalipun untuk melaksanakan wudhu. Bagaimana mungkin kami dapat melaksanakan shalat padahal kami belum berwudhu.” Saat itu, memang Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam belum mengajarkan kepada para sahabat radhiyyaLlahu ‘anhum untuk melaksanakan tayammum, sehingga wajarlah jika para sahabat agak bingung menghadapi kondisi seperti itu.

Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam yang mulia, kemudian meminta kepada salah seorang sahabat untuk mengambilkan sebuah bejana (ember). Setelah bejana itu ditaruh di hadapan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, beliau kemudian memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana tersebut. Dan ternyata, ajaib, atas izin Allah subhanahu wa ta’ala dari sela-sela jemari Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam muncul air jernih yang dengan deras mengalir. Sehingga bejana tersebut terisi penuh dengan air. Para sahabat pun bergantian berwudhu dengan air tersebut. Bahkan diriwayatkan, sahabat Abdullah ibn Mas’ud radhiyyaLlahu ‘anhu sampai meminum beberapa teguk air tersebut.

Selepas berwudhu dan shalat shubuh berjama’ah, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam kemudian duduk menghadap para sahabat-sahabatnya. Setelah itu, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam pun bertanya, “Tahukah kalian, siapakah orang-orang yang aku maksud sebagai saudara-saudaraku ?” Sebuah pertanyaan yang tidak pernah diungkapkan oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam sebelumnya. Para sahabat pun terdiam, merenungkan makna dari pertanyaan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam. Lantas, ada salah seorang sahabat yang memberanikan diri untuk menjawab, “Kami ya RasulaLlah ... Kamilah saudara-saudaramu itu ... Kamilah orang-orang yang telah rela untuk membelamu dengan seluruh jiwa, raga dan harta kami. Bahkan melebihi pembelaan kami terhadap keluarga kami sendiri.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam pun tersenyum dan berkata, “Bukan, kalian bukanlah saudara-saudaraku (ikhwaaany) namun kalian adalah sahabat-sahabatku (ashhaabiy).” Mendengar penjelasan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, para sahabat pun makin bertanya-tanya dalam hati. Jika bukan mereka orang-orang yang dianggap sebagai saudaranya Rasulullah, lalu siapakah saudara-saudara Rasulullah tersebut ?
Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam kemudian bersabda, “Saudara-saudaraku (ikhwaany) adalah orang-orang yang tidak pernah bertemu denganku, tidak pernah melihat bagaimana mu’jizat-mu’jizat Allah diberikan untukku, tidak pernah melihat Al-Qur’an diturunkan kepadaku, mereka hidup jauh sesudah aku, mereka hanya mengetahui tentangku lewat tulisan-tulisan (hadits) dan mendengarkan al-Qur’an melalui mushaf. Namun, mereka beriman kepada Allah sebagaimana kalian beriman hari ini. Mereka membela aku sebagaimana kalian membela aku hari ini. Mereka mencintai agama ini (Islam) sebagaimana kalian mencintai agama ini. Mereka itulah saudara-saudaraku (ikhwaani). Sungguh, aku sangat ingin bertemu dengan saudara-saudaraku itu.” (aw kama qala Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam). Kisah ini tercantum dalam kitab Duurul Mantsur karya Imam Jalalludin as-Suyuthi, saat beliau menjelaskan al-Quran, surat al-Baqarah ayat ke-3 : (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Melalui, kisah ini, kita dapat mengambil sebuah pelajaran yang berharga. Bahwa ternyata, dalam Islam, kemuliaan suatu generasi bukan hanya milik generasi pada satu zaman saja. Bukan hanya milik generasi pendahulu (salaf) namun juga kemuliaan tersebut dapat dimiliki oleh generasi yang hadir kemudian (khalaf). Meskipun memang, generasi salaf diberi keistimewaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa pertemuan mereka secara langsung dengan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam sehingga mereka dapat beriman kepada Allah lebih awal. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat at-Tawbah ayat 100 : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.

Karena itu, generasi khalaf-pun mendapatkan kemuliaan di mata Allah subhanahu wa ta’ala jika mereka berkomitmen terhadap agama ini. Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam juga memuji generasi belakangan ini dengan julukan sebagai al-Ghuraabaa’ (orang-orang asing / dianggap aneh). Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Islam ini awalnya asing (dianggap aneh), dan Islam ini akan kembali dianggap aneh sebagaimana awalnya muncul, maka beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh (al-Ghurabaa’).” (Musnad Ahmad, Bab Musnad Abdullah ibn Mas’ud, juz 8 hal 131)

Setidaknya ada 42 hadits yang menjelaskan makna al-Ghurabaa’. Salah satu maknanya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya dari sahabat ‘Amr ibn ‘Ash radhiyalLahu anhu, beliau berkata, “Suatu ketika kami bersama-sama dengan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, beliau kemudian bersabda, “Beruntunglah al-Ghuraabaa’...Para sahabat kemudian bertanya, “Siapakah al-Ghuraabaa’ itu ya Rasulallah .. ?” Rasulullah menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuat baik saat banyak orang berbuat kerusakan. Mereka melaksanakan keta’atan saat banyak orang melakukan kema’shiyatan.” (Musnad Ahmad, Bab Musnad Amr Ibn Ash, juz 13 hal. 400).

Karena itu marilah kita menjadi saudara-saudara Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam yang sangat beliau rindukan. Karena kita membela dan mencintai beliau, sebagaimana pembelaan dan cintanya para sahabat-sahabatnya dulu. Marilah kita menjadi al-Ghuraabaa’, orang-orang yang dianggap aneh karena masih melakukan keta’atan di saat banyak orang bangga dengan kema’shiyatan. Orang-orang yang dianggap aneh, karena sangat memperhatikan shalat, di saat banyak orang melalaikannya. Dianggap aneh karena tidak mau mengambil harta haram, di saat orang-orang banyak yang berfikir, “Yang haram saja susah, apalagi yang halal.” Menjadi orang yang dianggap aneh karena sibuk untuk berbagi dan bergaya hidup sederhana, di saat banyak orang bangga dengan kemewahan dan tidak peduli dengan penderitaan saudara-saudara di sekitarnya.

Wallahu a’lam bis showwab

Muhammad Setiawan(murabbiku)

Prinsip-Prinsip Membelanjakan Harta

Salah satu pilar dalam sistem keuangan Islam adalah kecerdasan dalam mengelola pengeluaran harta. Harta yang kita pegang hari ini, dalam perspektif Islam, sesungguhnya bukanlah milik kita, namun titipan dari Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, harta tidak boleh kita belanjakan semau-maunya kita. Ada prinsip-prinsip pembelanjaan harta dalam Islam yang harus kita perhatikan. Untuk itulah Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam pernah mengingatkan kita semua, bahwa salah satu hal yang akan ditanya nanti oleh Allah subhanahu wa ta’ala di hari kiamat adalah mengenai untuk apa kita belanjakan harta kita.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abi Barzah al-Aslamy radhiyyaLlahu ‘anhu, Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam pernah bersabda, “Tidak akan melangkah kedua belah kaki seorang hamba di hari kiamat kelak, hingga ia ditanya mengenai empat hal : tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia manfaatkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan.” (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab sunannya dengan derajat hasan).

Dengan memahami bahwa harta yang dikuasai saat ini akan ditanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka setiap muslim selayaknya memiliki prioritas dalam membelanjakan hartanya. Sehingga tidak terjadi fenomena yang menyedihkan seperti yang sering kita lihat saat ini. Yaitu, banyaknya orang yang membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang tidak terlalu penting, padahal, banyak orang yang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja sangat kesulitan. Beberapa bulan yang lalu misalnya, kita melihat ada ribuan orang di Jakarta yang rela untuk menghabiskan uang hingga jutaan rupiah hanya untuk menonton konser boys band (Backstreet Boys) yang datang dari Amerika. Padahal pada saat yang sama ada seorang ibu hamil yang meninggal dunia karena kelaparan di Makassar. Beberapa pekan yang lalu juga, sebuah hotel di Jakarta dipenuhi oleh ratusan orang yang rela membayar hingga sepuluh juta rupiah (setiap orang) hanya untuk menonton seorang penyanyi wanita (Diana Ross) dari negeri paman Sam di saat ribuan orang di negeri ini tidak dapat membayar biaya kesehatan paling dasar. Ketidakcerdasan dalam membelanjakan harta ini memang jika dibiarkan akan mengakibatkan terjadinya kecemburuan sosial yang akhirnya bisa berujung pada konflik sosial. Untuk itu, berikut ini beberapa prinsip-prinsip sederhana membelanjakan harta dalam Islam.

Prinsip pertama, hendaknya setiap muslim memprioritaskan pengeluaran hartanya bagi hal-hal yang wajib. Diantara hal yang wajib itu adalah membayar zakat dan menafkahi keluarga. Zakat adalah perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang disandingkan oleh-Nya dalam banyak ayat al-Qur’an setelah perintah shalat. Sedangkan menafkahi keluarga adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap lelaki yang telah berkeluarga. Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam pernah bersabda, “Cukuplah seorang lelaki itu dianggap berdosa, jika ia menyia-nyiakan orang-orang yang ada dalam tanggungannya (tidak memberi nafkah).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam kitab shahihnya). Untuk itu, adalah sangat menyedihkan jika kita melihat adanya para pemimpin keluarga yang lebih memilih untuk membelanjakan hartanya demi kesenangan dirinya sendiri dibandingkan untuk menafkahi anak dan istrinya. Beberapa pekan yang lalu misalnya, di sebuah televisi swasta pernah ditayangkan reportase tentang kehidupan kaum miskin kota di Jakarta yang ternyata kepala keluarganya lebih memilih untuk mengalokasikan uangnya untuk rokok ketimbang memenuhi gizi dan biaya pendidikan anak-anaknya. Ditampilkan misalnya, ada seorang tukang ojek motor di kawasan UKI Jakarta Timur yang penghasilan seharinya sebesar Rp. 40.000,- namun habis untuk belanja rokok sebesar Rp. 27.000,- . Sehingga, hanya sekitar 20% yang ia bawa untuk menafkahi anak dan istrinya. Di kawasan lain, ada pula seorang pemulung di Menteng Jakarta Pusat yang memiliki penghasilan perhari Rp. 20.000,- namun habis Rp. 13.000,- hanya untuk rokok. Sehingga tinggal tersisa Rp. 7.000,- saja yang ia bawa tiap harinya untuk makan istri dan tiga orang anaknya. Wal ya’dzubiLlah

Prinsip yang kedua, hendaknya setiap muslim menyisakan bagian dari hartanya untuk menunaikan ibadah-ibadah sunnah. Misalnya, dengan berinfaq, shadaqah maupun memberikan qardhan hasan (pinjaman lunak) bagi orang-orang yang membutuhkan di sekitarnya. Pinjaman lunak ini menjadi hal yang makin terasa penting, di saat “prajurit-prajurit ribawi” makin merajalela di sekitar kita. Baik berupa rentenir-rentenir perorangan yang rajin mengetuk tiap pintu rumah yang terjerat kebutuhan ekonomi, maupun lembaga-lembaga perkreditan yang menawarkan pinjaman hanya dengan jaminan surat-surat kendaraan. “Prajurit-prajurit ribawi” tersebut saat ini belum dapat dilawan oleh lembaga keuangan syari’ah formal, yang seringkali mempersulit memberikan pinjaman karena alasan-alasan prudential (kehati-hatian). Yang dapat melawan mereka hanyalah kepedulian kita untuk saling membantu. Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membantu meringankan kesulitan-kesulitan dunia saudaranya, maka Allah akan membantu kesulitan-kesulitannya kelak di akhirat.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab Mazhalim, Imam Muslim dalam bab al-birr, Tizrmidzi dalam bab al-birr, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Prinsip yang ketiga, hendaknya setiap muslim tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan hartanya pada hal-hal yang mubah (boleh). Membeli kendaraan mewah, pesawat televisi, handphone yang canggih, perabot rumah tangga, furniture dan barang-barang elektronika lainnya adalah mubah. Namun, hendaknya kita harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum membeli itu semua. Pertama, apakah saat kita membeli hal-hal yang mubah itu akan mengurangi pos pengeluaran kita untuk hal-hal yang wajib & sunnah? Jika ternyata kita mengorbankan hal-hal yang wajib untuk membeli hal-hal yang mubah tentu itu bukanlah keputusan yang bijak. Penulis sering melihat ada keluarga yang memiliki TV layar besar lengkap dengan pemutar DVD namun mereka memiliki tunggakan iuran sekolah putra-putrinya dan makanan sehari-harinya kurang bergizi. Padahal point yang terakhir lebih penting daripada point yang pertama. Kedua, saat kita akan membeli barang-barang yang mubah itu, hendaknya kita berfikir berulang-ulang, benarkah barang-barang yang akan dibeli itu memang betul-betul dibutuhkan atau sekedar keinginan belaka ? Banyak orang, misalnya, yang mengidamkan memiliki laptop (komputer jinjing), namun ternyata saat mereka telah memilikinya baru tersadar kalau sesungguhnya ia tidak betul-betul memerlukan benda itu. Demikian juga banyak orang yang berlomba-lomba membeli handphone dengan fasilitas canggih yang berharga puluhan juta, padahal mereka tidak sungguh-sungguh memerlukan fitur-fitur canggih pada handphone-nya. Perilaku membelanjakan harta hanya berdasarkan keinginan dan bukan kebutuhan ini merupakan bentuk dari gaya hidup tabdzir (pemborosan). Allah ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Israa ayat 26 – 27, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam juga pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala suka dan membenci tiga hal dari kalian: suka jika kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan engkau berpegang teguh kepada al-Qur’an. Dan Allah ta’ala membenci jika engkau banyak bicara, banyak bertanya yang tidak penting (untuk menghindar dari kewajiban) dan memboroskan harta”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim) Hal ketiga yang perlu diperhatikan saat membeli barang-barang yang mubah adalah, jangan sampai kita membeli barang-barang yang mubah dengan cara berhutang (kredit / mencicil). Apalagi jika berhutangnya itu dengan disertai bunga (riba). Tentang haramnya riba cukuplah jika merenungkan surat al-Baqarah ayat 275, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Sedangkan mengenai berhutang ternyata Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam hanya mencontohkan berhutang jika itu terkait dengan kebutuhan pokok saja, tidak pada hal-hal yang mubah. Aisyah ummul mu’minin radhiyallahu ‘anha, pernah menceritakan, “Bahwasanya Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menunda pembayarannya (berhutang), dan beliau shallaLlahu alayhi wa sallam menjadikan tamengnya dari besi sebagai jaminan atas hutangnya.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, sebagaimana tercantum dalam kitab Fath al-Bary 5/53). Untuk itu Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam sangat mewanti-wanti umatnya untuk tidak terbiasa berhutang.. Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian membuat takut jiwa-jiwa setelah kalian mendapatkan ketenangan." Mereka bertanya, "Apakah hal itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, "Ia adalah hutang." (Diriwayatkan oleh at-Thahawi sebagai dikutip oleh Imam al-Qurthubi dalam al-Jaami' fii Ahkamil Qur'an)

Prinsip yang keempat, hendaknya kita menahan diri untuk tidak berbelanja pada hal-hal yang makruh. Hal-hal yang makruh bisa saja dari hal-hal yang secara dzatiyyah adalah mubah namun karena dibeli secara berlebihan ia menjadi makruh. Seperti makan berlebihan atau memenuhi keinginan untuk mengoleksi sepatu, mobil mewah dan komoditas konsumtif lainnya. Atau, yang makruh itu bisa saja dari benda yang secara dzat-nya memang sudah makruh. Seperti halnya, rokok. Hampir seluruh ulama di negeri ini sepakat bahwa rokok adalah makruh. Bahkan, para ulama internasional, seperti Syekh Abdul Aziz ibn Baz rahimahuLlahu ta’ala mengkategorikan rokok sebagai sesuatu yang haram. Beliau mengungkapkan bahwa rokok haram karena rokok termasuk dalam al-khabaaits (hal-hal yang buruk) dan bukan at-thayyibat (hal yang baik). Keburukan rokok ini dihitung dari besarnya bahaya yang diterima oleh penghisap dan penghirup asap rokok. Padahal Allah SWT telah jelas-jelas menegaskan keharaman seluruh hal yang buruk. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an surat Al-A’raf : 157 :"Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram).

Prinsip yang kelima, hendaknya kita jangan pernah membelanjakan harta kita pada hal-hal yang haram. Seperti membeli benda-benda yang merusak aqidah kita (jimat, susuk, dan sejenisnya), atau yang merusak mentalitas kita (film-film porno, majalah-majalah amoral, koran kuning), ataupun sesuatu yang sudah sangat jelas keharamannya, seperti, berjudi. Terlebih lagi saat ini perjudian telah merebak bahkan sampai masuk ke ruang-ruang keluarga kita. Perjudian yang berkedok kuis SMS berhadiah di televisi hampir tak mengenal waktu menyerang anggota keluarga kita. Padahal jelas, perjudian inilah amalan syetan yang akan membawa bangsa ini terus terporosok dalam kehancuran. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Inilah saudara-saudaraku tercinta, lima prinsip sederhana membelanjakan harta dalam Islam. Semoga kita dapat mensyukuri nikmat harta yang Allah subhanahu wa ta’ala titipkan kepada kita dengan mempergunakannya sebijak mungkin sesuai dengan tuntunan syari’at. Karena, sebagaimana janji Allah subhanahu wa ta’ala, jika kita bersyukur atas nikmat-Nya maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menambah nikmat-Nya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauzi menjelaskan tentang ayat ini, dengan ungkapan yang sangat menyentuh. Ujarnya, “Jika seseorang tidak bertambah ni’matnya setiap hari maka sesungguhnya ia telah kurang bersyukur. Karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak pernah berdusta.” Untuk itu, jika kita saat ini merasa seakan barokah Allah subhanahu wa ta’ala makin jauh dari negeri ini, bertubi-tubi masalah dan bencana mendera bangsa ini, mungkin itu disebabkan bangsa ini kurang bersyukur. Kurang bersyukur atas nikmat harta (kekayaan alam) yang sudah Allah ta’ala titipkan pada bangsa ini. Karena ternyata harta itu tidak dipergunakan secara bijak sesuai dengan ketentuan-Nya. Bukankah kita adalah negeri dengan tingkat konsumsi tembakau terbesar di dunia (trilyunan rupiah membakar uang setiap tahun), negeri dengan perjudian yang dibiarkan bebas, negeri yang membeli HP nokia communicator terbesar di dunia padahal tidak diperlgukan fitur-nya, negeri yang penduduknya rela membeli televisi layar lebar dengan berhutang agar dapat menonton dangdut sedangkan perutnya keroncongan ... ?
Ya Allah, lindungilah kami. Jangan Kau hukum kami karena perilaku orang-orang bodoh di sekitar kami. Maafkan kami dan bukalah relung hati kami dengan petunjuk-Mu ... Amin Ya Rabbal Alamien.


Wallahu a’lam bis showwab

Muhammad Setiawan(murabbiku), renungan ba’da dhuha 01 April 2008,
saat minyak tanah makin susah dicari.


ShoutMix chat widget