Sabtu, 13 Desember 2008

Tuhan Sembilan Senti

Jika kita membuka mata kita lebih lebar dan melihat sekeliling kita, sesungguhnya kita akan mendapatkan sebuah pemandangan yang menyedihkan di sekitar kita. Bangsa ini masih dililit oleh kemiskinan. Data tahun 2004 menyebutkan, setidaknya jumlah pengangguran di negeri ini telah mencapai angka 40 juta orang. Jika para penganggur ini adalah seorang kepala keluarga yang memiliki satu orang istri dan hanya satu orang anak maka sekurangnya kita telah memiliki angka 120 juta orang penduduk miskin di negeri ini. Seratus dua puluh juta orang yang berarti lebih dari setengah penduduk negeri ini yang jumalhnya 225 juta orang. Ini jika penduduk miskin tersebut diukur dari tingkat pengangguran terbuka. Belum pula jika dihitung dari angka pengangguran terselubung. Ataupun, dihitung dari penduduk miskin yang sudah bekerja namun upah yang diterimanya tidak sebanding dengan biaya kebutuhan pokok yang makin membumbung tinggi saja akhir-akhir ini. Tentu akhirnya kita akan mendapatkan angka penduduk miskin yang lebih tinggi lagi.

Namun, dibalik angka kemiskinan penduduk negeri ini yang makin fantastis, pernahkah kita menyadari komoditas apa yang lebih banyak dibeli oleh penduduk miskin negeri ini selain makanan pokok ? Yang karena mendahulukan untuk membeli komoditas ini, para penduduk miskin rela mengurangi pos pengeluaran pendidikan dan kesehatan mereka dalam anggaran belanja rumah tangganya. Komoditas itu ternyata adalah rokok ! Yah, rokok. Perusahaan-perusahan rokok di negeri ini yang berhasil memproduksi rokok hingga 225 miliar batang setahun (terbesar di dunia) ternyata konsumen setia terbesarnya adalah penduduk miskin. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 misalnya menyebutkan, masyarakat miskin di negeri ini cenderung mengorbankan alokasi belanja kebutuhan pokok, termasuk beras, susu, tahu dan daging, demi tetap mempertahankan kebiasaan merokok. Pada tahun 1999, proporsi belanja makanan pokok keluarga keluarga miskin yang 28% turun menjadi 19% pada tahun 2003. Namun, pada periode yang sama proporsi belanja rokok keluarga miskin justru naik dan meningkat dari 8% menjadi 13%. (masya Allah ... !). Karena itu, tampaknya rokok sudah menjadi kebutuhan utama bagi sebagian penduduk negeri ini. Padahal, kita semua sepakat betapa besar kemadharatan yang diakibatkan oleh sebatang rokok. Tidak hanya bagi penghisapnya, namun juga bagi orang-orang di sekitarnya.

Mengenai bahaya rokok tersebut bahkan dapat kita baca jelas disetiap bungkus rokok. Ditulis dengan huruf kapital dan tebal. MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN. Namun, mengapa mendadak 12 juta kepala keluarga miskin yang aktif merokok (data BPS) menjadi buta huruf dan tidak menghiraukan peringatan tersebut. Padahal jelas, data organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan jumlah kematian akibat rokok di seluruh dunia saat ini telah mencapai 8,4 juta orang setiap tahunnya. Koran Tempo tanggal 9 April 2007, dalam sebuah artikelnya menyebutkan, bahwa dalam sebatang rokok terdapat : 4000 jenis racun kimia (10 diantaranya bersifat karsinogenik/merangsang tumbuhnya kanker). Sedangkan, korban jiwa (kematian) akibat rokok pada tahun 2001 berjumlah 427.946 orang atau 22,5% dari total kematian orang Indonesia. Adapun, total biaya konsumsi rokok penduduk negeri ini pada tahun 2001 adalah Rp. 127,4 triliun. Bayangkan, betapa besar uang yang telah dihamburkan oleh penduduk negeri ini demi memenuhi paru-parunya dengan asap rokok.

Jika ratusan trilyun telah kita keluarkan untuk tembakau, pertanyaan berikutnya adalah siapa yang kemudian diuntungkan ? Apakah para petani cengkeh (bahan baku rokok) ? Ternyata, tidak. Petani cengkeh kita mengaku bahwa harga cengkeh jika sedang panen maka harganya turun hingga Rp. 15.000,-/kg. Padahal biaya produksinya saja tiap kilogram sudah mencapai Rp.16.000,-. Itu berarti, mereka rugi Rp.1.000,-/kg. Atau, mungkin yang untung adalah para buruh pabrik rokok ? Ternyata tidak pula. Sebagian besar upah buruh pabrik rokok hanyalah pas-pasan dengan UMR negeri ini yang terkenal sempit itu. Bahkan ada pula beberapa pabrik rokok yang mengupah buruhnya jauh di bawah UMR. Untuk itu, wajarlah jika sebagian besar buruh pabrik rokok adalah perempuan. Karena mereka dikenal rapih dalam bekerja dan tidak banyak menuntut. Jadi, siapa yang diuntungkan dari bisnis rokok ini ? Tak lain dan tak bukan, yang untung besar adalah para pemilik pabrik rokok. Jika diambil contoh dari dua perusahaan rokok besar di negeri ini saja, yaitu Gudang Garam dan HM. Sampoerna, maka kita bisa membayangkan bagaimana untungnya menjadi pemilik pabrik rokok di negeri ini. Majalah SWA tanggal 3 Juni 2007 menyebutkan, bahwa angka penjualan bersih Gudang Garam pada tahun 2006 adalah Rp. 26,3 triliun. Sedangkan HM. Sampoerna Rp. 29, 5 triliun. Dari penjualan bersih itu, Gudang Garam berhasil meraih laba bersih Rp. 1,88 triliun, dan Sampoerna Rp. 2,38 triliun. Keuntungan bersih ini kemudian mereka salurkan untuk menghidupi anak-anak bisnis perusahaan Gudang Garam dan HM. Sampoerna. Mulai dari bisnis makanan, properti, perkebunan, keuangan hingga bisnis perjudian. Tidakkah kita mencium aroma ketidak adilan di sini. Sebagian besar penduduk miskin kita telah dibuai dengan iklan-iklan rokok, hingga setiap hari mereka mengeluarkan uangnya untuk menambah besar kantong para cukong rokok tersebut.

Jika dari syariat Islam, sesungguhnya bagaimana hukum rokok ini ? Sepengetahuan penulis, hampir seluruh ulama Islam Internasional menghukumkan rokok sebagai haram. Hanya, ulama-ulama Indonesia saja yang sebagian masih menghukumkan rokok sebagai makruh. Diantara ulama yang mengharamkan rokok tersebut adalah Syeikh Abdul Aziz Ibn Baz rahimahullahu ta'ala. Beliau meungkapkan bahwa rokok haram karena rokok termasuk dalam al-khabaaits (hal-hal yang buruk) dan bukan at-thayyibat (hal yang baik). Keburukan rokok ini dihitung dari besarnya bahaya yang diterima oleh penghisap dan penghirup asap rokok. Padahal Allah SWT telah jelas-jelas menegaskan keharaman seluruh hal yang buruk. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an surat Al-A’raf : 157 :"Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Keharaman ini jika hanya memperhitungkan bahaya rokok dari aspek kesehatan. Belum dari segi tabdzir-nya. Sedangkan Allah SWT jelas melarang pula perilaku tabdzir (memboroskan harta). Dan janganlah engkau memboroskan hartamu. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudaranya syetan. (Al-Qur'an surat al-Isra ayat 26 – 27). Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wa sallam juga menjelaskan bahwa salah satu hal yang ditanya oleh Allah SWT kepada kita di hari kiamat adalah mengenai kemana kita membelanjakan harta kita. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abi Barzah al-Aslamy radhiyaLlahu 'anhu bahwa Rasulullah shallaLlahu 'alayhi wa sallam pernah bersabda, "Tidak akan melangkah kedua tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, hingga ia ditanya mengenai usianya, untuk apa saja ia habiskan. Mengenai ilmu yang dimilikinya, untuk apa ia amalkan. Mengenai hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan. Serta, mengenai jasmaninya, untuk apa ia pergunakan". (Sunan at-Tirmidzi, juz 8, hal. 443, no. 2341).

Terakhir, saya ingin mengajak seluruh pembaca untuk merenungkan sebuah puisi yang pernah ditulis oleh Bapak Taufiq Ismail. Salah seorang penyair besar yang dimiliki negeri ini. Beliau menuliskan keprihatinan yang mendalam akan kegandrungan masyarakat Indonesia terhadap benda yang bernama rokok ini, dalam sebuah puisinya, yang berjudul "tuhan Sembilan Senti".

tuhan Sembilan Senti
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,/tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,// Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,//Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,/tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,//Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,//Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,//Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,//Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,//Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,//Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,//Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,//Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,//Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?//Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i. Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.//Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?//Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.//Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,//Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,//Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,//Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,//Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,//Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.


Wallahu a'lam bis shawwab
Ya Allah, saksikanlah ... aku telah menyampaikan

Muhammmad Setiawan(murabbiku)

Tidak ada komentar:


ShoutMix chat widget