Suatu pagi, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam berangkat ke masjid Nabawi untuk melaksanakan shalat shubuh berjama’ah dengan sahabat-sahabatnya. Sesampainya di masjid, ternyata beliau mendapati sahabat-sahabatnya masih berkumpul di pintu masjid. Belum juga masuk ke masjid sebagaimana biasanya. Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam heran dan kemudian bertanya, “Mengapa kalian belum juga masuk ke dalam masjid, wahai sahabat-sahabatku ? Bukankah waktu shubuh telah tiba ?” Sebagian sahabat kemudian menjawab, “Ya Rasulullah, hari ini sumur dan tempat-tempat air kami sangat kering. Kami belum mendapatkan sepercik air sekalipun untuk melaksanakan wudhu. Bagaimana mungkin kami dapat melaksanakan shalat padahal kami belum berwudhu.” Saat itu, memang Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam belum mengajarkan kepada para sahabat radhiyyaLlahu ‘anhum untuk melaksanakan tayammum, sehingga wajarlah jika para sahabat agak bingung menghadapi kondisi seperti itu.
Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam yang mulia, kemudian meminta kepada salah seorang sahabat untuk mengambilkan sebuah bejana (ember). Setelah bejana itu ditaruh di hadapan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, beliau kemudian memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana tersebut. Dan ternyata, ajaib, atas izin Allah subhanahu wa ta’ala dari sela-sela jemari Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam muncul air jernih yang dengan deras mengalir. Sehingga bejana tersebut terisi penuh dengan air.
Selepas berwudhu dan shalat shubuh berjama’ah, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam kemudian duduk menghadap para sahabat-sahabatnya. Setelah itu, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam pun bertanya, “Tahukah kalian, siapakah orang-orang yang aku maksud sebagai saudara-saudaraku ?” Sebuah pertanyaan yang tidak pernah diungkapkan oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam sebelumnya.
Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam kemudian bersabda, “Saudara-saudaraku (ikhwaany) adalah orang-orang yang tidak pernah bertemu denganku, tidak pernah melihat bagaimana mu’jizat-mu’jizat Allah diberikan untukku, tidak pernah melihat Al-Qur’an diturunkan kepadaku, mereka hidup jauh sesudah aku, mereka hanya mengetahui tentangku lewat tulisan-tulisan (hadits) dan mendengarkan al-Qur’an melalui mushaf. Namun, mereka beriman kepada Allah sebagaimana kalian beriman hari ini. Mereka membela aku sebagaimana kalian membela aku hari ini. Mereka mencintai agama ini (Islam) sebagaimana kalian mencintai agama ini. Mereka itulah saudara-saudaraku (ikhwaani). Sungguh, aku sangat ingin bertemu dengan saudara-saudaraku itu.” (aw
Melalui, kisah ini, kita dapat mengambil sebuah pelajaran yang berharga. Bahwa ternyata, dalam Islam, kemuliaan suatu generasi bukan hanya milik generasi pada satu zaman saja. Bukan hanya milik generasi pendahulu (salaf) namun juga kemuliaan tersebut dapat dimiliki oleh generasi yang hadir kemudian (khalaf). Meskipun memang, generasi salaf diberi keistimewaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa pertemuan mereka secara langsung dengan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam sehingga mereka dapat beriman kepada Allah lebih awal. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam
Karena itu, generasi khalaf-pun mendapatkan kemuliaan di mata Allah subhanahu wa ta’ala jika mereka berkomitmen terhadap agama ini. Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam juga memuji generasi belakangan ini dengan julukan sebagai al-Ghuraabaa’ (orang-orang asing / dianggap aneh). Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Islam ini awalnya asing (dianggap aneh), dan Islam ini akan kembali dianggap aneh sebagaimana awalnya muncul, maka beruntunglah orang-orang yang dianggap aneh (al-Ghurabaa’).” (Musnad Ahmad, Bab Musnad Abdullah ibn Mas’ud, juz 8 hal 131)
Setidaknya ada 42 hadits yang menjelaskan makna al-Ghurabaa’. Salah satu maknanya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya dari sahabat ‘Amr ibn ‘Ash radhiyalLahu anhu, beliau berkata, “Suatu ketika kami bersama-sama dengan Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, beliau kemudian bersabda, “Beruntunglah al-Ghuraabaa’...
Karena itu marilah kita menjadi saudara-saudara Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam yang sangat beliau rindukan. Karena kita membela dan mencintai beliau, sebagaimana pembelaan dan cintanya para sahabat-sahabatnya dulu. Marilah kita menjadi al-Ghuraabaa’, orang-orang yang dianggap aneh karena masih melakukan keta’atan di saat banyak orang bangga dengan kema’shiyatan. Orang-orang yang dianggap aneh, karena sangat memperhatikan shalat, di saat banyak orang melalaikannya. Dianggap aneh karena tidak mau mengambil harta haram, di saat orang-orang banyak yang berfikir, “Yang haram saja susah, apalagi yang halal.” Menjadi orang yang dianggap aneh karena sibuk untuk berbagi dan bergaya hidup sederhana, di saat banyak orang bangga dengan kemewahan dan tidak peduli dengan penderitaan saudara-saudara di sekitarnya.
Wallahu a’lam bis showwab
Muhammad Setiawan(murabbiku)
Sabtu, 13 Desember 2008
Orang Aneh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar